Konsepsi Dasar Bela Negara | PKn
Table of Contents
Konsepsi Dasar Bela Negara - Kali ini admin postingkan artikel tentang konsepsi bela negara silahkan simak dibawah ini.
Oleh: Kusnandar, S.Pd., MKes.
A. Latar Belakang Sejarah
Perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, dilanjutkan dengan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan era mengisi kemerdakaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai kejuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang yang dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Semua itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya NKRI.
Dalam perkembangan selanjutnya, sejak terjadinya krisis moneter yang kemudian dilanjutkan dengan krisis multidimensi, telah melahirkan era reformasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan sosial sangat mendasar, antara lain berupa tuntutan masyarakat akan keterbukaan, demokratisasi, dan HAM.
Perkembangan masyarakat dunia saat ini yang ditandai oleh terintegrasinya pasar-pasar domestik ke dalam pasar global, maka tata kehidupan nasional telah menjadi semakin transparan satu dengan lainnya. Tidak ada lagi suatu bangsa yang dapat mewujudkan cita-cita nasionalnya tanpa adanya kontribusi maupun kerja sama dan bantuan bangsa lainnya.
Keterbatasan kualitas sumber daya manusia Indonesia di bidang iptek merupakan tantangan serius dalam menghadapi efek global, karena penguasaan iptek merupakan nilai tambah untuk berdaya saing di percaturan global.
UU No. 20 tahun 1982 tentang pokok-pokok pertahanan dan keamanan negara telah berlaku sejak tahun 1982. Namun, pemahaman masyarakat akan hak dan kewajiban mereka dalam bela negara sebagaimana tercantum dalam pasal 27 ayat (3) amandemen keempat UUD 1945 masih lemah dan belum merata ke seluruh lapisan masyarakat. Di dalam perjuangan non fisik secara nyata, kesadaran bela Negara mengalami penurunan yag tajam apabila dibandingkan pada perjuangan fisik. Hal ini dapat ditinjau dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa serta adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI, sehingga mengarah ke disintegrasi bangsa.
Perkembangan lingkungan strategic baik global, regional, maupun nasioanal sangat erat kaitanya dengan upaya bela Negara yang menjadi hak dan kewajiban setiap warga negara Indonesia. Kondisi perkembangan lingkungan strategic sangat menarik sebagai bahan kajian, terutama dikaitkan dengan upaya bela Negara karena pada dasarnya hal ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi ketahanan nasional bangsa Indonesia.
B. Pengertian Bela Negara
Berdasarkan pasal 1 ayat (2) UU No. 1 tahun 1988, bela Negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, meyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, serta keyakinan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi Negara, dan kerelaan untuk berkorban guna meniadakan setiap ancaman, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan Negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah, dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Upaya bela negara adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap warga negara sebagai penunaian hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Upaya bela Negara merupakan kehormatan yang dilakukan oleh setiap warga negara secara adil dan merata.
Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela Negara, antara lain diselenggarakan melalui pendidikan pendahuluan bela Negara (PPBN). Pendidikan pendahuluan bela negara adalah pendidikan dasar bela negara guna menumbuhkan kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia. Keyakianan akan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara, kerelaan berkorban untuk negara, serta memberikan kemampuan awal bela Negara.
Rumusan tersebut sangat jelas tujuan dan sasarannya, yaitu setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mempertahankan kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, serta keutuhan wilayah NKRI. Namun demikian, mengingat kemajemukan masyarakat dan keragaman budaya yang melatar belakanginya, maka pengertian bela negara mempunyai implikasi sosial budaya yang tidak boleh diabaikan dalam menanamkan kesadaran dan kepedulian segenap warga Negara.
C. Implementasi Bela Negara
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN memuat serangkaian kebijakan untuk mengantisipasi masa depan yang lebih mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri. Betapapun baiknya persiapan dan penyelenggaraan PPBN dilakukan, semua itu tidak akan memberikan hasil optimal kalau tidak didukung oleh kondisi yang memungkinkan masyarakat dapat mengembangkan kreativitas secara leluasa. Kenyataan menunjukkan betapa masyarakat Indonesia mampu mngembangkan ketahanan nasional melawan agresi Belanda pada masa perang kemerdekaan. Akan tetapi, kini masyarakat mengalami kelumpuhan sungguhpun didukung dengan penerapan teknologi canggih.
Dalam kondisi seperti itu, pembangunan pertahanan dan keamanan negara yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional membutuhkan perencanaan strategik yang relatif akurat dan cerdas. Hail ini tentu membutuhkan adanya dukungan analisis yang bersifat antisipatif dan proaktif guna mentransformasikan potensi ancaman menjadi tantangan tugas dan sekaligus menjadi peluang bagi setiap upaya pembangunan kekuatan pertahanan dan keamanan negara.
Implementasi bela negara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara kesatuan RI daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, bela negara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi, menyikapi, atau menangani berbagai permasalahan menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh.
Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara agar sadar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara diperlukan pendekatan melalui sosialisasi/pemasyarakatan bela negara dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah sehingga akan terwujud keberhasilan implementasi yang dapat menumbuhkan kesadaran bela Negara.
Berdasarkan pasal 27 ayat (3) amandemen keempat UUD 1945, usaha bela Negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini mengandung makna adanya demokratisasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama, setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan lain yang berlaku. Kedua, setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
Pasal tersebut tidak memberikan tafsiran tentang istilah pembelaan negara yang terkait dengan penunaian hak dan kewajiban warga negara. Oleh karena itu, makna bela negara selalu dipersepsikan terkait dengan upaya perjuangan bangsa Indonesia menghadapi ancaman terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia pada periode-periode berikut
1. Periode pertama (perang kemerdakaan 1945-1949)
Bela negara dipersepsikan dengan perang kemerdekaan. Artinya, keikutsertaan warga negara dalam bela negara diwujudkan ikut serta berperang dalam perang kemerdekaan, baik bersenjata maupun tidak bersenjata.
2. Periode kedua (1950-1965)
Dalam menghadapi berbagai pemberontakan dan gangguan-gangguan keamanan dalam negeri, bela Negara dipersepsikan identik dengan upaya pertahanan keamanan, baik bersenjata maupun tidak bersenjata.
3. Periode ketiga (Orde Baru 1966-1998)
Dalam upaya menghadapi TAHG, dikembangkan dan diterapkan konsepsi ketahanan nasional. Oleh karena itu, bela Negara dipersepsikan identik dengan ketahanan nasional. Pada periode ini keikutsertaan warga Negara dalam bela Negara diselenggarakan melalui segenap aspek kehidupan nasional.
4. Periode keempat (Orde Reformasi 1998-sekarang)
Bela Negara dipersepsikan sebagai upaya untuk mengatasi berbagai krisis yang sedang dihadapi oleh segenap bangsa Indonesia. Pada periode ini keikutsertaan setiap warga Negara dalam upaya bela negara disesuaikan dengan kemampuan dan profesi masing-masing.
Sejalan dengan perkembangan persepsi bela negara itu, upaya bela negara juga berkembang, baik sasaran/tujuan maupun kegiatannya. Pada periode pertama dan kedua, upaya bela negara diarahkan pada keikutsertaan warga negara dalam upaya keamanan melalui kegiatan pertahanan dan keamanan. Pada periode ketiga dan keempat, upaya bela Negara di samping diarahkan pada upaya keamanan melalui jalur pertahanan dan keamanan juga diarahkan pada upaya kesejahteraan melalui jalur di luar pertahanan dan keamanan. Upaya bela negara ini diselenggarakan secara bertahap dan berlanjut, yaitu tahap pertama melalui jalur pendidikan dan berlanjut melalui jalur permukiman dan/atau pekerjaan.
Upaya bela negara melalui jalur pendidikan pada hakekatnya masih terbatas pada upaya menanamkan dan menumbuhkan kesadaran bela Negara. Pada tahun 1954 melalui UU No. 29 tahun 1954, upaya bela negara telah dirumuskan dalam bentuk pendidikan pendahuluan perlawanan rakyat (PPPR). Kemudian dengan lahirnya UU No. 20 1982 yang disempurnakan dengan UU No. 1 tahun 1988, PPPR disempurnakan dan dikembangkan menjadi pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN).
Di dalam lingkungan pendidikan, PPBN dilakukan secara bertahap, yaitu tahap awal yang diberikan pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah atas, dan dalam Gerakan Pramuka. Untuk tahap lanjutan PPBN diberikan dalam bentuk pendidikan kewiraan pada tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 39 ayat (2) dinyatakan bahwa setiap jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN).
Sebelum lahir UU No. 20 Tahun 1982, sistem pengikutsertaan warga negara dalam mempertahankan keamanan negara meliputi komponen rakyat dan komponen angkatan bersenjata.
1. Komponen rakyat terdiri atas:
a. Kelaskaran, dan bagi yang memenuhi syarat diterima menjadi TNI maupun barisan cadangan;
b. Pasukan gerilya desa (Pager desa) termasuk mobilasi pelajar sebagai bentuk perlambang barisan cadangan;
c. Organisasi keamanan desa (OKD) dan organisasi perlawanan rakyat (OPR) sebagai bentuk kelanjutan dari Pager desa;
d. Pertahanan sipil, perlawanan dan keamanan rakyat termasuk resimen mahasiswa sebagai bentuk kelanjutan dan penyempurnaan OKD maupun OPR;
e. Perwira cadangan yang merupakan implementasi dari wajib militer di lingkungan Depdiknas dan Depdagri.
2. Komponen angkatan bersenjata yang terdiri atas:
a. TNI sebagai hasil pengembangan dan penyempurnaan secara berangkai dan berturut-turut sejak dari Badan Keamanan rakyat (BKR) pada Agustus 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945 selanjutnya diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI) pada Januari 1946 dan akhirnya pada Juli 1947 menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
b. Kepolisian Republik Indonesia
Sebelum lahir UU No. 20 tahun 1982, pengikutsertaan warga negara dalam upaya pertahanan keamanan negara dibina untuk mewujudkan daya dan kekuatan tangkal dengan membangun, memelihara, dan mengembangkan secara terpadu dan terarah segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara yang terdiri atas:
1) Rakyat terlatih (Ratih) sebagai komponen dasar;
2) TNI dan Polri serta cadangan TNI sebagai komponen utama;
3) Perlindungan masyarakat sebagai komponen khusus;
4) Sumber daya alam, sumber daya buatan, dan prasarana nasional sebagai komponen pendukung.
Sumber:
Bambang Siswanto, Dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Purwokerto: Penerbit Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Demikianlah artikel konsepsi bela negara semoga bermanfaat.
Demikianlah artikel konsepsi bela negara semoga bermanfaat.