Penyakit Menular Seksual
Table of Contents
Penyakit Menular Seksual - Kali ini admin postingkan artikeltentang penyakit menular seksual silahkan simak dibawah ini.
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang menyerang manusia dan binatang melalui transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Kata penyakit menular seksual semakin banyak digunakan, karena memiliki cakupan pada arti' orang yang mungkin terinfeksi, dan mungkin mengeinfeksi orang lain dengan tanda-tanda kemunculan penyakit. Penyakit menular seksual juga dapat ditularkan melalui jarum suntik dan juga kelahiran dan menyusui. Infeksi penyakit menular seksual telah diketahui selama ratusan tahun.
Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang menyerang manusia dan binatang melalui transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Kata penyakit menular seksual semakin banyak digunakan, karena memiliki cakupan pada arti' orang yang mungkin terinfeksi, dan mungkin mengeinfeksi orang lain dengan tanda-tanda kemunculan penyakit. Penyakit menular seksual juga dapat ditularkan melalui jarum suntik dan juga kelahiran dan menyusui. Infeksi penyakit menular seksual telah diketahui selama ratusan tahun.
Gonore
Kencing
nanah atau gonore (bahasa Inggris: gonorrhea atau gonorrhoea) adalah penyakit
menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi
lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih mata
(konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh
lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke
saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam pinggul sehingga timbul nyeri
pinggul dan gangguan reproduksi.
Gejala
Pada
pria, gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah
terinfeksi. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra dan beberapa
jam kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih serta keluarnya nanah dari
penis. Sedangkan pada wanita, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari
setelah terinfeksi. Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa
minggu atau bulan, dan diketahui menderita penyakit tersebut hanya setelah
pasangan hubungan seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat
ringan. Tetapi beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti
desakan untuk berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina,
dan demam. Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, saluran telur, indung
telur, uretra, dan rektum serta menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika
berhubungan seksual.
Wanita
dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seks melalui anus (anal sex) dapat
menderita gonore pada rektumnya. Penderita akan merasakan tidak nyaman di
sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah di sekitar anus tampak
merah dan kasar, serta tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.
Hubungan
seksual melalui mulut (oral sex) dengan seorang penderita gonore biasanya akan
menyebabkan gonore pada tenggorokan (faringitis gonokokal). Umumnya infeksi
tersebut tidak menimbulkan gejala, namun kadang-kadang menyebabkan nyeri
tenggorokan dan gangguan untuk menelan.
Jika
cairan yang terinfeksi mengenai mata, maka bisa menyebabkan terjadinya infeksi
mata luar (konjungtivitis gonore). Bayi yang baru lahir juga bisa terinfeksi
gonore dari ibunya selama proses persalinan sehingga terjadi pembengkakan pada
kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah. Jika infeksi itu tidak
diobati, maka akan menimbulkan kebutaan.
Pengobatan
Diagnosis
penyakit gonore didasarkan pada hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap nanah
untuk menemukan bakteri penyebab gonore. Jika pada pemeriksaan mikroskopik
tidak ditemukan bakteri, maka dilakukan pembiakan di laboratorium.
Gonore
biasanya diobati dengan suntikan tunggal seftriakson intramuskuler (melalui
otot) atau dengan pemberian antibiotik per-oral (melalui mulut) selama satu
minggu (biasanya diberikan doksisiklin). Jika gonore telah menyebar melalui
aliran darah, biasanya penderita dirawat di rumah sakit dan mendapatkan
antibiotik intravena (melalui pembuluh darah atau infus).
Sifilis
Sifilis
adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta,
Treponema pallidum.
Penularan
biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak
langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).
Gejala
dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes
serologikal, diagnosis sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut
"Peniru Besar" karena sering dikira penyakit lainnya.
Sifilis
dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya. Menurut statistik,
perawatan dengan pil kurang efektif dibanding perawatan lainnya, karena pasien
biasanya tidak menyelesaikan pengobatannya. Cara terlama dan masih efektif
adalah dengan penyuntikan procaine penisilin di setiap pantat (procaine
diikutkan untuk mengurangi rasa sakit); dosis harus diberikan setengah di
setiap pantat karena bila dijadikan satu dosis akan menyebabkan rasa sakit.
Cara lain adalah memberikan kapsul azithromycin lewat mulut (memiliki durasi
yang lama) dan harus diamati. Cara ini mungkin gagal karena ada beberapa jenis
sifilis kebal terhadap azithromycin dan sekitar 10% kasus terjadi pada tahun
2004. Perawatan lain kurang efektif karena pasien diharuskan memakan pil
beberapa kali per hari.
Perawat
kesehatan profesional mengusulkan seks aman dilakukan dengan menggunakan kondom
bila melakukan aktivitas seks, tapi tidak dapat menjamin sebagai penjaga yang
pasti. Usul terbaik adalah pencegahan aktivitas seksual dengan orang yang
memiliki penyakit kelamin menular dan dengan orang berstatus penyakit negatif.
Penyakit
ini pada laki-laki lebih terlihat gejalanya dibandingkan dengan
perempuan.Biasanya kaum perempuan tidak mengetahui gejalanya.Gejala yang ada
yaitu seperti ruam berwarna merah pada daerah kelamin,dan biasanya sangat
gatal.Meski kaum perempuan tidak akan tau apakah dia menderita penyakit
sifilis,sebaiknya menjaga diri agar tidak tertular penyakit ini dan menularkan
penyakit ini pada orang lain.Dan bagi kaum lelaki sebaiknya juga menjaga diri
sendiri agar tidak tertular atau menularkannya pada orang lain.Cara
satu-satunya untuk mencegah hal ini terjadi adalah setia pada pasangannya dan
juga rutin diperiksa oleh dokter agar tidak menjadi terlalu parah.
Herpes Genitali
Herpes
Genitali adalah infeksi akut (STD=sexually transmitted disease), yang
disebabkan oleh Virus Herpes Simplex (terutama HSV=Herpes Simplex Virus type
II), ditandai dengan timbulnya vesikula (vesikel = peninggian kulit berbatas
tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapat pecah menimbulkan erosi kayak
koreng kecil) pada permukaan mukosa kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas
dasar kulit yang berwarna kemerahan.
Saat
ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua
herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus
Varicella zoster. Zoster tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh
kanan atau kiri saja. Jenis yang kedua adalah herpes simpleks, yang disebabkan
oleh herpes simplex virus (HSV). HSV sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
HSV-1 yang umumnya menyerang bagian badan dari pinggang ke atas sampai di
sekitar mulut (herpes simpleks labialis), dan HSV-2 yang menyerang bagian
pinggang ke bawah. Sebagian besar herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2,
walaupun ada juga yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya
hubungan kelamin secara orogenital, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut
dengan oral seks, serta penularan melalui tangan.
Kondiloma Akuminata
Kutil
Genitalis (Kondiloma Akuminata) merupakan kutil di dalam atau di sekeliling vagina,
penis atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kondiloma
akuminatum ialah vegetasi oleh human papiloma virus tipe tertentu, bertangkai,
dan permukaannya berjonjot. Tipe HPV tertentu mempunyai potensi onkogenik yang
tinggi, yaitu tipe 16 dan 18. tipe ini merupakan jenis virus yang paling sering
dijumpai pada kanker serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering dijumpai
pada kondiloma akuminatum dan neoplasia intraepitelial serviks derajat ringan.
Kutil
genitalis sering ditemukan dan menyebabkan kecemasan karena: - tidak enak
dilihat, - bisa terinfeksi bakteri - bisa merupakan petunjuk adanya gangguan
sistem kekebalan.
Penyebab
Pada
wanita, virus papiloma tipe 16 dan 18, yang menyerang leher rahim tetapi tidak
menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa menyebabkan kanker leher
rahim. Virus tipe ini dan virus papiloma lainnya bisa menyebabkan tumor
intra-epitel pada leher rahim (ditunjukkan dengan hasil Pap-smear yang
abnormal) atau kanker pada vagina, vulva, dubur, penis,mulut, tenggorokan atau
kerongkongan.
Gejala Klinis
Kutil
genitalis paling sering tumbuh di permukaan tubuh yang hangat dan lembab. Pada
pria, area yang sering terkena adalah ujung dan batang penis dan dibawah kulit
depannya (jika tidak disunat). Pada wanita, kutil timbul di vulva, dinding
vagina, leher rahim (serviks) dan kulit di sekeliling vagina. Kutil genitalis
juga bisa terjadi di daerah sekeliling anus dan rektum, terutama pada pria
homoseksual dan wanita yang melakukan hubungan seksual melalui dubur.
Kutil
biasanya muncul dalam waktu 1-6 bulan setelah terinfeksi, dimulai sebagai
pembengkakan kecil yang lembut, lembab, berwarna merah atau pink. Mereka tumbuh
dengan cepat dan bisa memiliki tangkai. Pada suatu daerah seringkali tumbuh
beberapa kutil dan permukaannya yang kasar memberikan gambaran seperti bunga
kol (blumkol).
Pada
wanita hamil, pada gangguan sistem kekebalan (penderita AIDS atau pengobatan
dengan obat yang menekan sistem kekebalan) dan pada orang yang kulitnya
meradang, pertumbuhan kutil ini sangat cepat.
Diagnosa
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.Kutil yang menetap
bisa diangkat melalui pembedahan dan diperiksa dibawah mikroskop untuk
meyakinkan bahwa itu bukan merupakan suatu keganasan. Wanita yang memiliki kutil
di leher rahimnya, harus menjalani pemeriksaan Pap-smear secara rutin.
Pengobatan
Kutil
pada alat kelamin luar bisa diangkat melalui laser, krioterapi (pembekuan) atau
pembedahan dengan bius lokal.
Pengobatan
kimiawi, seperti podofilum resin atau racun yang dimurnikan atau asam
trikloroasetat, bisa dioleskan langsung pada kutil. Tetapi pengobatan ini
memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan, bisa melukai kulit di
sekelilingnya dan sering gagal.
Kutil
di uretra bisa diobati dengan obat anti kanker seperti tiotepa atau
florourasil. Pilihan lainnya adalah pengangkatan kutil dari uretra melalui
pembedahan endoskopik.
Kutil
genitalis sering kambuh dan memerlukan pengobatan ulang. Pada pria yang belum
disunat, kekambuhan bisa dicegah dengan menjalani penyunatan.
Chlamydia Trachomatis
Chlamydia
trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam genus Chlamydia,
famili Chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum Chlamydiae, domain Bacteria.
C.
trachomatis adalah agen chlamydial pertama yang ditemukan dalam tubuh manusia.
Bakteri ini pertama kali diidentifikasi tahun 1907.
Infeksi
Chlamydia trachomatis sering tidak menimbulkan gejala dan sangat beresiko bila
terjadi pada ibu-ibu karena dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertelitas
dan abortus. WHO memperkirakan 4 juta kasus baru pada ibu-ibu terinfeksi oleh
Chlamydia trachomatis dan 50.000 diantaranya mengalami intertilitas,kehamilan
ektopik dan abortus. Mekanisme terjadinya infeksi C.trachomatis telah
dipelajari banyak peneliti, dimana MOMP (Major Outr Membrane Protein) merupakan
suatu target penting untuk mencegah respons imun dari host, seperti neuralizing
factor dan sel T. Berdasarkan adanya variasi nukleotida dari MOMP pada gen
Omp-1 dan adanya inhibisi respon imun dapat menyebabkan mudahnya host terpapar
oleh C.trachomatis. Setiap variasi nukleotida memperlihatkan berkurangnya
imunitas seravor yang spesifik dalam menyeleksi imun dari host.
AIDS
Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat
AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi
virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan
lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV
dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal,
anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara
ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak
lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para
ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.Kini AIDS
telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta
orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang
sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit
ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim
telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005
saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari
jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat
pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana.
Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan
parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia
di semua negara.
Hukuman
sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan
penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut
juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat
dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Penyebab
AIDS
merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T
CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+
secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem
kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga
jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka
kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut
AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian
timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan
memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa
terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS
ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah
mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan
penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai
20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh
untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang
terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada
orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit
yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi
lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit
ini. Warisan genetik orang yang
terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami
terhadap beberapa varian HIV. HIV
memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan
menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi
antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu
berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan Seksual
Penularan
(transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko
hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks
oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks
oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan
risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering
terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit
menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin,
dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan
makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika
Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat
kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin
seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga
meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular
seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang
menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat
kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum
terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan
tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak
selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.
Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81%
peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1
karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi
dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
Kontaminasi Pantogen Melalui Darah
Jalur
penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan
menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang
terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya
merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis
C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua
infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat
Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan
jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150.
Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi
risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter,
dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini
dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara
ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh
sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis
umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan
universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko
penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di
negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap
darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui
transfusi darah yang terinfeksi".
Penularan masa Perinatal
Transmisi
HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila
tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan
persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses
terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat
penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi,
terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus,
semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.
Pencegahan
Tiga
jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan
seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang
terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran
(periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan
urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi
dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara
umum dapat diabaikan.
Hubungan Seksual
Mayoritas
infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang
salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi
HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita
yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya
serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan
kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam
jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan
benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan
dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi
yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan
penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa
pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak
digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan
lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen
menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar
minyak digunakan dengan kondom poliuretan.
Kondom
wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan,
yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak.
Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung
terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina.
Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam
vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya
ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak
terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa
dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan
meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom
wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.
Penelitian
terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan
penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum
terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal
dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan
epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok
minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun
telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka
hadapi atas infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba
telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di
negara-negara maju.
Pada
bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali
mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria
heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan
digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun
penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah
kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan
bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat
meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha
pencegahan ini.
Kontaminasi Cairan Tubuh Terinfeksi
Pekerja
kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung
tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu
mencegah infeksi HIV.
Semua
organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi
jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil
narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan,
dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk
tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih
disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah
negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum
atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan
jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa
perlu resep dokter.
Penularan Ibu ke Anak
Penelitian
menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan
formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child
transmission, MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat
dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang
terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika
hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan
dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera
mungkin. Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena
HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi
di Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak
(hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.
Penanganan
Sampai saat ini tidak ada vaksin
atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk
pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal,
perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara
signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat
minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang
tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
Terapi Antivirus
Penanganan
infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly
active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat
bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah
ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan terbaik HAART
saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail)
yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan
antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue
reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau
dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit
HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka
rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang
dewasa.[73] Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART,
seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan
berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai
perawatan awal.
Perawatan
HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam
darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun
menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten
terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah perawatan dihentikan. Lagi pula,
dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup seseorang untuk membersihkan infeksi
HIV dengan menggunakan HAART.[77] Meskipun demikian, banyak pengidap HIV
mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan kualitas hidup mereka,
sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan (morbiditas)
dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV. Tanpa perawatan HAART, berubahnya
infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara
sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah
terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu
bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi beberapa pasien lainnya, yang
jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen, perawatan HAART memberikan
hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek samping/dampak pengobatan
tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan
infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan
dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan
individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam
alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut.
Isyu-isyu psikososial yang utama ialah kurangnya akses atas fasilitas
kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan, serta penyalahgunaan
obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam kombinasi jumlah
pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan
secara rutin . Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk
teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia,
penolakan insulin, peningkatan risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkan.
Obat
anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia
tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS
tersebut.
Penanganan Eksperimental dan saran
Telah
terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik
global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan
lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak
membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian,
HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin.
Beragam
penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping
obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan
penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya
resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah
pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani
pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan
untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi.
Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan
mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis,
demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak
pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut.
Pengobatan Alternatif
Berbagai
bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah
arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi beberapa
gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki
kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV. Tes-tes uji
acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat
bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada perkembangan
penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek samping negatif
yang serius.
Beberapa
data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan
mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada
bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada
orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik. Suplemen vitamin A pada
anak-anak kemungkinan juga memiliki beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan
dosis rutin harian dapat menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya
peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping
terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas.
Penyelidikan
terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif memiliki hanya sedikit
efek terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan
kualitas hidup individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari
beragam terapi alternatif tersebut sesungguhnya adalah manfaat paling penting
dari pemakaiannya.
Namun oleh penelitian yang
mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita AIDS yang
terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon
tiroksin. Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme basal sel
eukariota dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria.
Demikianlah artikel tentang penyakit menular seksual semoga bermanfaat.
Demikianlah artikel tentang penyakit menular seksual semoga bermanfaat.