MAKALAH TENTANG DEMOKRASI PANCASILA
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah demokrasi pancasila silahkan simak di bawah ini.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Demokrasi Pancasila”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah
Tinggi Manajemen Laporan.
Dalam
Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Jakarta, 01 Oktober 2017
Rijal Habibulloh
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
A . Pengertian Demokrasi Pancasila
B. Pancasila sebagai Ideologi
C. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
D. Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila
E. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
F. Fungsi Demokrasi Pancasila
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua
negara mengakui bahwa demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan
politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan
menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Demokrasi meletakkan
rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh rakyat
selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi disebut
negara otoriter. Negara otoriter pun masih mengaku dirinya sebagai
negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam
kehidupan bernegara dan pemerintahan. Sejak merdeka, perjalanan
kehidupan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Dari
Demokrasi Parlementer/Liberal (1950–1959), Demokrasi Terpimpin
(1959–1966) dan Demokrasi Pancasila (1967–1998). Tiga model demokrasi
ini telah memberi kekayaan pengalaman bangsa Indonesia dalam menerapkan
kehidupan demokrasi. Setelah reformasi demokrasi yang diterapkan di
Indonesia semakin diakui oleh dunia luar. Reformasi telah melahirkan
empat orang presiden. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati
hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Demokrasi
yang diterapkan saat ini masih belum jelas setelah pada masa Presiden
Soeharto dikenal dengan Demokrasi Pancasila. Ir Soekarno dalam buku Di
Bawah Bendera Revolusi (1965) pernah mengungkapkan pendapatnya tentang
demokrasi bagi bangsa Indonesia. “Apakah demokrasi itu? Demokrasi adalah
’pemerintahan rakyat’. Masyarakat bebas berpendapat dan berorganisasi
dan rakyat juga memilih langsung atau memilih sendiri pemimpinnya.
Komisi negara dibentuk oleh negara. Diperbolehkannya jalur independen
atau calon perseorangan di luar jalur politik mencalonkan diri dalam
pemilihan kepala daerah (pilkada) turut meramaikan kehidupan demokrasi
di Indonesia. Perkembangan demokrasi turut meningkatkan partisipasi
politik masyarakat. Masyarakat boleh mengorganisasikan diri untuk ikut
serta dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat atau rakyat kembali
merasakan kebebasan sipil dan politiknya. Rakyat menikmati kebebasan
berpendapat serta rakyat menikmati kebebasan berorganisasi. Kebebasan
sipil bisa dinikmati meskipun di sisi lain hak sekelompok masyarakat
bisa dihilangkan oleh kelompok masyarakat lain. Dalam kondisi seperti
ini, beberapa kalangan menilai penerapan demokrasi di Indonesia harus
dijiwai dengan ideologi atau dasar negara RI yaitu Pancasila. Pancasila
sebagai dasar atau ideologi negara harus diterapkan dalam kehidupan
berdemokrasi.
Pancasila
sebagai konsep diungkapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 saat
menyampaikan pidatonya yang berisikan konsepsi usul tentang dasar
falsafah negara yang diberi nama dengan Pancasila. Konsepsi usul ini
berisi:
1. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme.
2. Perikemanusiaan atau Internasionalisme.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Maha Esa.
Selanjutnya
pada tanggal 22 Juni 1945, sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mencapai konsensus nasional dan
gentlemen agreement tentang dasar negara Republik Indonesia. Konsensus
nasional yang mendasari dan menjiwai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 itu dituangkan dalam suatu naskah yang oleh Mr Muhammad Yamin
disebut Piagam Jakarta. Piagam Jakarta merupakan hasil kompromi tentang
dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan, panitia
kecil yang dibentuk oleh BPUPKI, antara umat Islam dan kaum kebangsaan
(nasionalis). Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak
menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Naskah
Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan
ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis,
Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad
Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin. Pada saat penyusunan UUD
pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah
(preambule). Selanjutnya, saat pengesahan UUD ‘45 18 Agustus 1945 oleh
PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir
pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan butir pertama
dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah
berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki
Bagus Hadikusumo. Membaca sejarah pergerakan nasional di Indonesia,
perubahan ini nampak bukan suatu proses dari saat disahkannya Piagam
Jakarta hingga menjadi Pembukaan UUD 1945.
Para
wakil rakyat Indonesia ketika itu terbagi atas dua kelompok aliran
pemikiran. Di satu pihak mereka yang mengajukan agar negara itu
berdasarkan kebangsaan tanpa kaitan khas pada ideologi keagamaan. Di
pihak lain, mereka yang mengajukan Islam sebagai dasar negara. Mengingat
Indonesia adalah bangsa yang majemuk , maka kata – kata “menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk – pemeluknya“ di ganti dengan kalimat
“Ketuhanan Yang Maha Esa“. Hal ini terjadi karena setelah ada protes
dari perwakilan Indonesia bagian timur yang mayoritas adalah non muslim.
Hal ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki
rasa tenggang rasa yang besar dan saling menghormati satu sama lain dan
mengutamakan kepentingan bersama/umum daripada kepentingan
pribadi/golongan. Maka itulah yang dinamakan Demokrasi Pancasila.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apa pengertian dari demokrasi itu ?
Apa pengertian dari demokrasi Pancasila ?
Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia ?
Bagaimana implementasi demokrasi Pancasila sebagai perwujudan kedaulatan rakyat di Era Reformasi ?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui hakekat demokrasi
Agar lebih menghayati demokrasi Pancasila
Untuk mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia
Agar dapat mengimplementasikan demokrasi Pancasila secara benar di Era Reformasi seperti sekarang ini
D. Manfaat
Tujuan
Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia
mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya. Dan menjadikan semua
teratur tanpa terjadi hal–hal yang melewati batas norma kesopanan. Jadi
jelas bahwa pendidikan Pancasila selalu diajarkan di setiap tingkat
pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA/SMK agar kita menjadi manusia yang
demokrasi yang selalu menghargai pemdapat orang lain, tenggang rasa dan
bertanggung jawab dalam menjadi warga negara yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal
dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern.
Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan
definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi
menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini
menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara. Menurut Wikipedia Indonesia,
demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi
yang dianut di Indonesia yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih
dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya
terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat
disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil
cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain dari itu
Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang
menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai
Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan
dua istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa
demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah
demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia,
yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam Pembukaan UUD. Dengan demikian
demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum, dituntut
nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah
laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,
sesama manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah
lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).
Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln,
mantan presiden Amerika Serikat yang menyatakan bahwa demokrasi suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Menurut
konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,
sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga
negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos
menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan,
tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau
kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif dalam proses
pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau menjadi
wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang
memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan
dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang
mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran,
kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan
berkesinambungan.
Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi
dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau
minoritas.
B. Pancasila sebagai Ideologi
1. Pengertian tentang ideology
Istilah “Ideologi” berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu faham).
Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut :
“The
sum of political ideas of doctrines of distinguishable class of group
of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau dotrin (ajaran)
dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat
dibeda-bedakan).
Sedangkan
menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai berikut
: “A term used for any group of ideas concerning various politicaland
economic issues and social philosophies often appliedto a systematic
schema of ideas held by group classes” (suatu istilah yang dipergunakan
untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan
ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu
rencana yang sistematik tentang cita-cita yang dijalanakan oleh
sekelompok atau lapisan masyarakat). (Drs Ismaun, pancasila sebagai
dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri Anwari
Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 : 37).
“The
term “isme” something used for these system of thought” (istilah
isme/aliran kadang-kadang dipakai untuk system pemikiran ini.
Dalam
pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan
sosial, dan tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political
sciences) sebagai anak cabangnya. Untuk memahami tentang ideologi ini,
maka kita menjamin disiplin ilmu politik.
Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu :
Pertama,
pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian secara structural
Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan
seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan
negara yang dianggap paling baik. Sedangkan pengertian ideologi secara
structural adalah ideologi diartikan sebagai system pembenaran, seperti
gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang
diambil oleh penguasa.
Lebih
lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua
tipe, yaitu ideologi yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe
pragmatis.
Suatu ideologi
digolongkan doktriner apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam
ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan terinci dengan jelas,
diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi
secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah, komunisme
merupakan salah satu contohnya
Suatu
ideology digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yag
terkandung dalam ideology tersebut tidak dirumuskan secara sistematis
dan terinci, melainkan dirumuskan secara umum (prinsup-prinsipnya saja).
Dalam hal ini, ideology itu tidak diindoktrinasikan, tetapi
disosisalisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem
pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik.
Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideology
pragmatis.
Untuk
memahami lebih dalam lagi contoh-contoh ideology, maka berikut ini kita
mencoba mengenal pijakan pemahaman terhadap empat ideology yang kita
kenal dalam wacana politik, yaitu :
Pertama,liberalisme
Kedua,konservatisme
Ketiga,sosialismedankomunisme
Keempat, fasisme
2.Ideologi-ideologiDunia
2.1Liberalisme
Liberalisme
tumbuh dari konstek masyarakat Eropa pada abad pertengahan feudal,
dimana sistem sosial ekonomi dikuasai oleh kaum aristrokasi feodal dan
menindas hak-hak individu. Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan
pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual
yang digerakan oleh keresahan ilmiah (rasa ingin tahu da keinginan untuk
mencari pengetahuan yang baru) dan artistic umum pada zaman itu.
Ciri-ciri ideology libertalisme sebagai berikut :
Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik,
Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara
Ketiga,
pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas.
Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat
belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
Keempat,
kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk.
Oleh karena itu pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga
penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah.
Kelima,
suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau
sebagian terbesar individu berbahagia, kalau masyarakat secara
keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian besar individu belum tentu
maksimal.
2.2 Konservatisme
Ketika
liberalisme menggoncang struktur masyarakat feudal yang mapan, golongan
feudal berusaha mencari ideology tandingan untuk menghadapi kekuasaan
persuasive liberalisme. Dari sinilah muncul ideology konservatisme
sebagai reaksi atas paham liberalisme.
Paham konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :
Pertama,
masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat
harus memiliki struktur (tata) yang stabil sehingga setiap orang
mengetahui bagaimana ia harus berhubungan dengan orang lain.seseorang
akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu keluarga anggota
gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat diperoleh secara
individual.
Kedua,
untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu
pemerintah yang memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi bertanggung
jawab. Paam konservatif berpandangan pengatura yang tepat atas kekuasaan
akan menjamin perlakuan yang samaterhadap setiap orang.
Ketiga,
paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam
masyarakat untuk membantu pihak yang lemah. Posisi ini bertentangan
dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang lemah harus bertanggung
jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah yang
menimbulkan untuk pertama kali negara keseahteraan (welfare state)
dengan program-program jaminan sosial bagi yang berpenghasilan rendah.
Ciri
lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah
menyangkut hubungan ekonomi dengan negara lain. Paham konservatif tidak
menghendaki pengaturan ekonomi (proteksi), melainkan menganut paham
ekonomi internasional yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham
liberal cenderung mendukung pengaturan ekonomi internasional sepanjang
hal itu membantu buruh, konsumen dan golongan menengah domestik.
2.3 Sosialisme dan komunisme
Sosialisme
merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-akibatnya. Awal
sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal sosialis
utopia. Sosialisme ini lebih didasarkan pada pandangan kemanusiaan
(humanitarian), dan meyakini kesempurnaan watak manusia. Penganut paham
ini berharap dapat menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan
dengan kejernihan dan kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara
kekerasan dan revolusi. Sedang paham komunisme berkeyakinan perubahan
system kapitalis harus dicapai dengan revolusi, dan pemerintahan oleh
dictator proletariat sangat diperlukan pada masa transisi. Dalam masa
transisi dengan bantuan negara dibawah dictator proletariat, seluruh hak
milik pribadi dihapuskan dan diambil untuk selanjutnya berada pada
kontrol negara.
Perbedaan
sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk
mengubah kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan
perubahan dapat dan seyogyanya dilakukan dengan cara-cara damai dan
demokratis.
2.4 Fasisme
Fasisme
merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan
upacara dan symbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran
negara. Hal itu akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin
kharismatis sebagai symbol kebesaran negara yang didukung oleh massa
rakyat.. dukungan massa yang fanatik ini tercipta berkat indoktrinasi,
slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar dan
aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang,
Italia (Mossolini), dan Spanyol. Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung
muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing) dinegara-negara maju,
seperti skin ilead dan kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha
mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.
2. Pengertian tentang reformasi
Makna
serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga
gerakan masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan
reformasi juga tidak sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri. Hal
ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan
gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna
reformasi itu sendiri, misalnya dengan pemaksaan kehendak dengan
menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri atau swasta,
dan tindakan lain yang justru tidak mencerminkan sebagai reformis. Makna
“reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan
akar kata “reform” yang secara semantic bermakna “make or become better
by removing or putting right what is bad or wrong” (oxford advanced
leaner’s dictionary of current English, 1980, dalam Wibisono 1998 :
1).Secara
harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang,
menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang dicita-citakan rakyat(Riswanda, 1998).
Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
Pertama,
suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu
penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu
penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi
“nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan
semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
Kedua,
suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang
jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai
ideology bangsa dan negara Indonesia. Jadi reformasi pada prinsipnya
suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai sebagaimana
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan visi dan misi
ideology yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah anarkisme,
disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara
Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.
Ketiga,
suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan
reformasi. Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu
perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan structural yang ada,
karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada
dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah ditangan
rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi
harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum
dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD
1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan
yang bebas dari pengaruh penguasa, serta legalitas dalam arti hukum.
Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka
hukum yang jelas. Selain itu reformasi harus diarahkan pada suatu
perubahan ke arah transparasi dalam setiap kebijaksanaan dalam
penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa
rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek
kegiatan negara. Atau dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan
Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada supremasi hukum tanpa
reformasi dan demokrasi”.
Keempat,
Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan
yang lebih baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan keagamaan. Dengan lain perkataan
reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat
rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan manusiawi.
Kelima,
Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia
yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan
kesatuan bangsa.
Atas
dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap
diletakkan dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan
cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas,
maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,brutalisme,
dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk
membenahi yang masih terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan
koreksi dan penyegaran secara terus-menerus, secara gradual, beradab dan
santun dalam koridor konstitusional dan atas pijakan/tatanan yang
berdasarkan pada moral religius.
3. Pancasila sebagai ideologi terbuka
pancasila
sebgaai filsafat bangsa / negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai
dasar negara, yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan negara
republik Indonesia dapat disebut pula sebagai ideologi nasional atau
disebut juga sebagai ideologi negara. Artinya pancasila merupakan
ideologi yang dianut oleh negara (penyelenggaraan negara dan rakyat)
Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang atau
sekelompok orang, disamping masih adanya beberapa ideologi yang dianut
oleh masyarakat Indonesia yang lain, sepanjang tidak bertentangan dengan
ideologi negara, sebab Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai
kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang mana
lima dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang
tidak terpisahkan walaupun terbedakan sebagai dasar dan ideologi
pemersatu.
Sebagai suatu
rumusan dasar filsafat negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi
negara yang dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila. Rumusan
pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara
(staatidee) dan sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara
republik Indonesia.
Sebagai
cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam
masyarakat (volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu
didirikan.
Memang
sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada
sejak berabad-abad silam. Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya
terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian mengembangkan citanya
sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan,
norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya.
Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi
sebagai hasil refleksi filosofis.
Pertanyaan
yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai Ideologi ?
dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau
ideologi terbuka dan dimana letak terbukanya ?
Secara
wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh seorang
filsuf Prancis, ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu
pengetahuan mengenai gagasan-gagasan (science of ideas). Istilah ini
mula-mula mengandung konotasi politik karena penggunaanya berhubungan
dengan epistmologi ilmu pengetahuan.
Dalam
sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan politik
setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang yang
menentang gagasan-gagasan “patriotic” yang dikemukakannya sebagai kaum
“ideologis”. Bagi Napoleon, ideologi adalah pemikiran-pemikiran khayali
kaum idealis yang menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan
revolusioner.
Istilah ini
semakin popular pada abad pertengahan ke 19 setelah KARL MARX
menerbitkan buku German Ideology. Menurut ideologi hanyalah kesadaran
yang palsu, ideologi adalah kesadaran sebuah kelas sosial dan ekonomi
dalam masyarakat demi mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka.
Dan
sejarah mencatat, berbagai akibat yang ditimbulkan oleh ideologi KARL
MARX, sejak kemenangan revolusi kaum Bolsjevik di Rusia pada tahun 1926
sampai masa keruntuhan kemunisme pada tahun-tahun belakangan ini.
Kajian
komprehensif dari segi sosiologi pengetahuan mengenai ideologi
dipelopori oleh KARL MANNHEIM. Tokoh ini menerima dasar pemikiran Karl
Max bahwa ideologi adalah “kesadaran kelas”. Mann Heim membuat dua
kategori ideologi, yaitu :
Pertama, Ideologi yang bersifat particular
Kedua Ideologi yang bersifat menyeluruh. Pada kategori pertama
dimaksudkannya sebagai keyakinan-keyakinan yang tersusun secara
sistimatis dan terkait erat dengan kepentingan suatu kelas sosial dalam
masyarakat.
Sedangkan
pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system pemikiran yang
menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam
kategori kedua ini bercita-cita melakukan transformasi sosial secara
besar-besaran menuju bentuk tertentu. Jadi Mann Heim menganggap ideologi
pada kategori kedua ini tetap berada dalam batas-batas yang realistic
dan berbeda dengan “utopia” yang hanya berisi gagasan-gagasan besar yang
hampir tidak mungkin dapat diwujudkan.
Pertanyaannya adalah apakah pancasila adalah ideologi dalam kategori pertama atau pada ideologi pada kategori kedua ?
Bagi
bangsa Indonesia ideologi tentu bukan kesadaran sebuah kelas
sebagaimana dipahami KARL MARX. Cara pandang kenegaraan bangsa Indonesia
menolak penggunaan analisis kelas karena negara diciptakan untuk semua.
Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan, demikian
ditegaskan dalam penjelasan umum UUD 1945, jadi ideologi negara
dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan adanya paham golongan-golongan
di dalam masyarakat karena keberadaan golongan-golongan itupun diakui
oleh ketentuan pasal 2 UUD 1945. penjelasan atas pasal ini menerangkan
bahwa yang dimaksud dengan golongan-golongan ialah badan-badan seperti
koperasi, serikat sekerja, dan badan-badan kolektif lain.
Dengan
demikian dari dua kategori ideologi yang dikemukakan oleh Mann Heim di
atas, ideologi pancasila dapat digolongkan sebagai ideologi menyeluruh.
Memang lima sila didalam pancasila itu mengandung cirri universal
sehingga mungkin saja ia ditemukan dalam gagasan berbagai masyarakat dan
bangsa di dunia. Letak kekhasan dan orsinilitasnya sebagai dasar
filsafat dan ideologi negara republik Indonesia ialah, kelima sila itu
digabungkan dalam kesatuan yang integrative, bulat dan utuh.
Dan
sebagai ideologi bersifat menyeluruh, karena pancasila yang dirumuskan
dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat itu, ditafsirkan secara
otentik oleh konstitusi / UUD 1945 dalam pokok-pokok pikiran pembukaan
UUD 1945, oleh karena pancasila sebagai ideologi juga didalamnya
sekaligus sebagai cita hukum, artinya pancasila membimbing arah
pembentukan hukum dalam masyarakat.
Sebagai
norma – norma mendasar (staatfundamentalnorm) rumusan pancasila bukan
rumusan hukum yang bersifat operasional yang pelaksanaanya dikenakan
sanksi. Untuk membuat operasiaonal, negara membentuk berbagai peringkat
peraturan perundang-undangan.
Penyelenggara
negara dalam mengoperasionalkan ideologi pancasila, maka harus mengacu
kepada penafsiran otentik dari pancasila, dan telah menjadi kesepakatan
para ahli hukum Indonesia, bahwa pokok-pokok pikiran dalam penjelasan
umum pembukaan UUD 1945 adalah tafsir otentik dari pancasila yang
dirumuskan atas dasar kesepakatan pendiri negara dan itulah yang
kemudian kita sebut PARADIGMA PANCASILA. Kemudian dimana letak
terbukanya sebagai ideologi, hal ini dapat ditelusuri dari pernyataan
dalam penjelasan umum, bahwa kita harus ingat dengan dinamika negara dan
jangan terlalu cepat membuat kristalisasi terhadap pikiran-pikiran yang
mudah berubah.
Contoh
yang paling jelas adalah tentang konsep negara hukum yang dianut oleh
negara republik Indonesia didalam kontitusinya didasari dengan satu
paradigma yaitu dengan suatu prinsip “semangat para penyelenggara negara
itu baik, maka baiklah segalanya”. Bagaimana pijakan berpikirnya,
penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa bermakna bahwa para penyelenggara negara berkewajiban
“memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur”. Kepatuhan terhadap
norma-norma moral berbeda dengan kepatuhan terhadap norma-norma hukum,
karena sangat bergantung pada keinsafan batin setiap individu dan adanya
kontrol yang kuat dari masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan istilah
“semangat para penyelenggara negara”.
Keberadaan
lembaga kontrol yang terdiri dari masyarakat, para cendikiawan, ulama,
tokoh-tokoh masyarakat, dan kalangan pers menjadi sangat penting untuk
“mengawasi”, perilaku para lagislator dalam merumuskan norma-norma
hukum, maupun prilaku para penyelenggara negara.
Oleh
karena itu di era reformasi ini, pancasila sebenarnya dapat dijadikan
paradigma reformasi, apabila keberadaaan civil society yang kuat dan
berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi. Civil society adalah elemen
kunci dalam menentukan terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif.
Civil society mungkin ada tanpa demokrasi, tetapi demokrasi tidak bias
ada tanpa civil society yang kuat.
Salah
satu parameter civil society yang kuat adalah adanya gerakan masyarakat
terhadap tegaknya supremasi hukum didalam negara dmokrasi yang
sekaligus negara hukum.
Pertanyaanya
adalah dapatkah pancasila sebagai paradigma reformasi hukum ? Jawaban
atas pertanyaan ini adalah tergantung pemahaman penyelenggara negara dan
pemerintah terhadap konsep negara hukum menurut paradigma UUD 1945.
4. Supremasi Hukum dalam konsep negara hukum “pancasila”
Berbicara
tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang masyarakat dimana
hukum itu berlaku baik yang disebut masyarakat nasional maupun
internasional. Supremasi hukum didalam masyarakat nasional kita karena
didalamnya ada aturan yang disebut hukum. Secara sederhana kita dapat
mendefinisikan hukum sebagai aturan tentang tingkah laku manusia
dimasyarakat tertentu. Aturan yang disebut hukum tadi akan terkait
dengan tindakan manusia atau tingkah laku manusia didalam suatu
masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau bidang,
didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang
budaya, pendidikan dan juga keamanan. Didalam berbagai bidang itulah
manusia melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang lain
melakukan interaksi dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka
dibutuhkan aturan yang disebut hukum. Oleh karena itu ketika kita akan
berbicara tentang supremasi hukum maka timbul beberapa pertanyaan yang
perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa dimaksud dengan supremasi
hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan bagaimana caranya
supremasi hukum itu bisa diwujudkan. Tetapi kita pertanyaan tadi dialam
kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara kepada apa yang
disebut terwujudnya negara hukum.
Ketika
kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum itu
tentu saja tidak akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai
landasan untuk menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran
kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi atau Undang-undang
dasar. Ini merupakan dasar yang bersifat universal yang berlaku pada
tiap-tiap negara. Oleh karena itu ketika kita harus berbicara secara
kongkrit tentang supremasi hukum di Indonesia pada umumnya dan khususnya
Kalimantan Barat pada khususnya, kita tidak bisa lain kecuali kembali
harus melihat kembali kepada konstitusi atau UUD 1945 sebagai hukum
dasar tertulis yang berlaku seluruh republik Indonesia.
Jika
berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan
supremasi hukum yang hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat
nasional yang disebut negara hukum konstitusional, yaitu suatu negara
dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara : pemerintah dan
segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap
rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang
ditentukan oleh rakyat / wakilnya didalam badan perwakilan rakyat. Dan
dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan
sendirinya negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada,
didalam negara demokrasi hukum dibuat untuk melindungi hak-hak azasi
manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan diluar ketentuan
hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta
keadilan sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor
hukum/konstitusional.
UUD
1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai
untuk mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan.
Kalau
kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah kalimat dalam kaitan
dengan apa disebut negara hukum yang secara jelas disebutkan bahwa
“Indonesia adalah negara berdasar atas negara hukum, tidak berdasar atas
kekuasaan belaka” ini sebenarnya Grundnorm yang telah diberikan oleh
Fonding father yang membangun negara ini. Bagaimana kita akan menyusun
negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan diarahkan, dalam arti
untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk
menegakkan hukum sebagai salah satu piranti yang bisa dipergunakan
secara tepat didalam mewujudkan keinginan atau cita-cita bangsa. Formula
UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa didalam negara yang
dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor
yang terkait dalam mwujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan
yang kedua factor kekuasaan. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan
inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat tanpa
adanya kekuasaan dan dimanesfestasikan pada adanya apa yang UUD
disebut.
Kata
penyelenggara negara di bidang Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Sebaliknya pembentukan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan sama sekali
tidak boleh meninggalkan factor hukum tersebut oleh karena hukum yang
berupa Grundnorm dalam UUD 1945 ini memberikan dasar terhadap
terbentuknya kekuasaan yaitu kedaulatan rakyat. Artinya rakyat yang
berdaulat bukan negara yang berdaulat dan hukum juga memberikan dasar
terhadap penggunaan kekuasaan tersebut hingga penggunaan kekuasaan yang
ada pada negara tidak boleh diterapkan semena-mena tanpa ada dasar
hukumnya yang jelas. Dengan demikian maka kekuasaan yang ada pada negara
pada saat diterapkan harus menghormati kewenangan-kewenangan yang sifat
terbatas diberikan kepada aparat negara. Begitu juga hukumlah yang
menentukan arah kemana kekuasaan negara itu dipergunakan dan menentukan
tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai dengan menggunakan kekuasaan
tersebut. Yang idak boleh dilupakan adalah bahwa hukum tidak hanya
memberi dasar, tidak hanya memberi arah, tidak hanya menentukan tujuan,
tetapi hukum juga menentukan cara atau prosedur bagaimana kekuasaan itu
diterapkan didalam praktek penyelenggaraan negara.
Dengan
demikian dua factor hukum dan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu
sama lain, bagaikan lokomotif dan relnya serta gerbong yang ditarik
lokomotif. Artinya hukum tidak bisa ditegakkan bahkan lumpuh tanpa
adanya dukungan kekuasaan. Ebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh
meninggalkan hukum, oleh karena apabila kekuasaan dibangun dan tanpa
mengindahkan hukum, yang terjadi adalah satu negara yang otoriter.
Fungsi kekuasaan pada hakekatnya adalah memberikan dinamika terhadap
kehidupan hukum dan kenegaraan sesuai norma-norma dasar atau grundnorm
yang dituangkan dalam UUD 1945 dan kemudian dielaborasi lebih lanjut
secara betul dalam hirarki perundang-undangan yang jelas.
Jika
dipahami dengan benar pemahaman dan norma ini sebenarnya secara
konsepsional Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk mewujudkan
negara hukum konstitusional yang demokratis dan dengan dengan demikian
secara konsepsiaonal supremasi hukum telah dijamin eksistensinya oleh
UUD 1945. Artinya secara implementasi pemecahan-pemecahan segala
dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain-lain
menggunakan legal approach dan apabila mau menggunakan pendekatan
kekuasaan itu harus didasarkan atas hukum.
Dan
memang setiap transisi dalam demokrasi pasti memiliki masalah khusus.
Masalah yang pokok terutama terkait dengan (1) kultur politik dan juga
(2) struktur politik. Demokrasi memerlukan adanya kultur dan struktur
yang mendukung proses-proses demokratisasi. Dua hal ini biasanya belum
terbentuk dengan baik dalam masyarkat transisi, seperti Indonesia saat
ini, atau Kal-Bar khusus saat ini. Di Indonesia, pasca orde baru, belum
ada kultur demokrasi yang kuat (misalnya tradisi berbeda pendapat,
toleransi, dialog terbuka, tradisi melakukan advokasi, prilaku yang
menjunjung hukum dan moral religius dalam menghadapi persoalan secara
jernih). Struktur politik yang ada saat ini juga belum cukup demokratis,
karena diperlukan adanya perubahan structural yang harus diawali dengan
perubahan atau amandemen UUD 1945 dan atau produk-produk hukum yang
bertipe represif, ke arah otonom, dan bertipe responsive.
Dengan
dmkian demokrasi modern selalu hadir dalam wadah negara hukum, sehingga
sering disebut sebagai negara hukum konstitusional. Ciri yang mendasar
dari demokrasi kontitusional yang demokratis adalah gagasan bahwa
pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya
dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
pembatasan-pembatasan atas kekuasan pemerintah tercantum dalam
konstitusi, sehingga sering disbut “pemerintah berdasar atas konsttusi”
(constitutional goverment), yang juga sama dengan limited government
atau restrained government.
Kemudian dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum ?
Supremasi
hukum baru dapat ditegakkan apabilapara penyeleggara negara berprilaku
democrat, egaliter dan manusiawi yang dijiawai oleh nilai-nilai ideology
pancasila, artinya letak persoalan pokoknya belum tegaknya supremasi
hukum bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan konsepsi dasar ideology
negara pancasila yang tidak bisa memenuhi tantangan jaman, tetapi
terletak pada praktek penyelenggara negara disemua bidang yang telah
meninggalkan unsur-unsur iotanamkan oleh UUD 1945, yaitu semangat
penyelenggara negara.
Terutama
butir 4 dari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945
yang mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan lain-lain
penyeleggara negara untuk budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, yang digali
berdasarkan nilai-nilai ketuhan yang maha esa (moral religius),
nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab (harkat dan martabat
manusia dan hakhak azasi manusia), nilai-nilai persatuan dan kesatuan,
nilai-nilai kerakyatan dan prisip musyawarah mufakat, prinsip
perwakilan, dan nilai-nilai keadilan kebenaran untuk mewujudkan keadilan
dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip
merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain
sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum,
terdapat dua landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat
mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang menjadi pemimpin
negara / rakyat / masyarakat / organisasi / partai / keluarga, yaitu:
Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik
perorangan atau milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan
pula milik penguasa negara.
Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah
selaku pengurusa rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil
terhadap seluruh rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu
tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a) Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat)
b) Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan tidak terbatas),
c) Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan
badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya.
Adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
Pelaksanaan Pemilihan Umum.
Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR
(pasal 1 ayat 2 UUD 1945), yang berbunyai Kedaulatan adalah di tangan
rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada
Tuhan YME, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain.
Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang
Makna Budaya Demokrasi
Pertama
kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi
langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama
diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah
negara baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. John Locke (Inggris)
John Locke menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3)
Kekuasaan Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai,
membuat perjanjian (aliansi) dengan negara lain, atau membuat
kebijaksanaan/perjanjian dengan semua orang atau badan luar negeri.
Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan
negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk
menjamin, kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan
lembaga-lembaga negara, antara lain sebagai berikut
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan peradilan.
c. Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat
Menurut
Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, by
people, and for people”. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
Budaya Prinsip Demokrasi
Pada
hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah
kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan
adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Permusyawaratan
adalah tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai
mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara lain sebagai
berikut :
Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas.
Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan berdasarkan atas kelembagaan.
Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD 1945.
Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan
belaka (machstaat).
Demokrasi Pancasila juga mengajarkan prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
a. Persamaan
b. Keseimbangan hak dan kewajiban
c. Kebebasan yang bertanggung jawab
d. Musyawarah untuk mufakat.
e. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Ada 11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk memahami perkembangan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
b. Pemilu yang demokratis
c. Pemerintahan lokal (desentralisasi kekuasaan)
d. Pembuatan UU
e. Sistem peradilan yang independen
f. Kekuasaan lembaga kepresidenan
g. Media yang bebas
h. Kelompok-kelompok kepentingan
i. Hak masyarakat untuk tahu
j. Melindungi hak-hak minoritas
k. Kontrol sipil atas militer
D. Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila
Dalam
bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris
Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai
berikut:
Kedaulatan ada di tangan rakyat.
Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
Menghargai hak asasi manusia.
Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan
disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya
demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
Tidak menganut sistem monopartai.
Pemilu dilaksanakan secara luber.
Mengandung sistem mengambang.
Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
E. Sistem Pemerintahan Demokrasi Pancasila
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang sangat heterogen, yang masih dalam tahap
belajar untuk berdemokrasi. Karakter bangsa selayaknya bersumber pada
nilai-nilai dan simbol kebangsaan yang kita miliki (1) . Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa bangsa Indonesia adalah “bangsa yang besar”
seperti yang sering kita dengan dan kita dengungkan dalam berbagai
kesempatan. Fakta tersebut memang berdasarkan pada kenyataan, bahwa
Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke-lima didunia (setelah
Cina, India, Rusia, Amerika Serikat) dan sejak tahun 1999 kita telah
diklaim sebagai negara demokratis terbesar ketiga sesudah India dan
Amerika Serikat. Selain itu, Indonesia adalah merupakan percontohan
Negara Islam terbesar di dunia yang demokratis.
Suasana
toleransi dan saling menghargai antar umat beragama sangat tinggi.
Dapat dikatakan bahwa 90 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang
totalnya sebanyak 230,6 juta jiwa adalah muslim (1) . Jumlah penduduk
yang besar dapat merupakan potensi, sekaligus hambatan. Apabila
penduduknya berkualitas semua maka bangsa tersebut jaya, meskipun tidak
selalu menjadi negara yang “adidaya” tetapi merupakan bangsa yang
mempunyai “karakter”.
Bangsa
Indonesia juga dikenal sebagai bangsa dimana terdapat sifat “gotong
royong” – saling membantu, dan hal ini memang tidak terdapat istilah
yang setara dengan kata “gotong royong” dalam kosakata bahasa lain. Akan
tetapi dalam kurun waktu kemajuan zaman dan pengarug global, sifat
“gotong-royong” makin pudar dan diganti dengan sifat sifat
“individualistik” serta “arogansi pribadi”. Apakah yang menyebabkan
terjadinya perubahan “karakter bangsa” ini sehingga pada saat ini (tahun
2011) sering didengar bahwa bangsa Indonesia telah kehilangan karakater
bangsa nya ? Memang banyak hal-hal yang mewarnai “karakter” ini bila
kita cermati berbagai hal yang terkait budaya (“culture”) ataupun faktor
faktor sosial lainnya maupun terkait faktor ekonomi bangsa.
Untuk
itu, maka adalah tepat adanya “FORUM PEMULIHAN JATIDIRI BANGSA” atau
“PELESTARIAN KARAKTER BANGSA” dapat diselenggarakan melalui pendidikan
dan pengajaran di lingkungan institusi pendidikan Indonesia disemua
strata agar dapat diperoleh manfaat mengembalikan martabat bangsa.
Strategi umum pembangunan sdm berkualitas dalam penegakan kepribadian,
penegasan kemandirian bangsa menjalin sinergi kebangkitan bangsa harus
dicapai melalui pendidikan .
Disamping
melalui pendidikan formal oleh institusi pendidikan, pembangunan sumber
daya manusia juga dapat dilaksanakan secara non formal. Disinilah peran
pembinaan kesadaran bela negara kepada setiap warga juga menjadi
semakin penting dilakukan melalui berbagai upaya internalisasi guna
membangun karakter dan perkuatan jati diri bangsa, sehingga mampu
mengaplikasikan nilai-nilai bela negara ke semua aspek kehidupan. (2)
Dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki
intelektualitas baik, pendidikan diperlukan agar sebuah bangsa dapat
memiliki karakter dan jati dirinya, yaitu jatidiri ke-Indonesiaan,
sehingga tercipta generasi penerus yang mampu mewujudkan bangsa dan
negara ini menjadi negara yang maju, mandiri dan bermartabat.
Karena
inilah yang merupakan kekuatan pertahanan (soft power) bagi bangsa dan
negara dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan ancaman di era
global. Derasnya arus informasi era global ini, tidak berarti suatu
bangsa harus kehilangan kepribadian atau jati diri, akan tetapi justru
pada era inilah sebuah bangsa harus mampu menunjukkan jati dirinya.
Karena, bangsa yang malang akan kehilangan jati dirinya dan niscaya akan
menjadi budak bangsa lain. Ia akan terpinggirkan dari peradaban sejarah
dan selanjutnya bangsa itu akan punah. Akibat dari fenomena tersebut
adalah terjadinya kemerosotan ( ”dekadensi”) moral dan etika, yang akan
mewarnai perubahan karakter bangsa.
Selanjutnya,
Akibat dari kemerosotan ini adalah kehidupan bangsa mengalami sejumlah
paradoks luar biasa: kita menikmati kebebasan dan demokrasi tetapi kita
kehilangan identitas bersama. Kita mengalami kemanjuan pesat dalam
pembangunan infrastruktur politik namun padas yang sama dasar-dasar
kebersamaan sebagai bangsa jutsru semakin menipis, konflik kedaerahan,
etnis dan agama meningkat dan tuntutan keadilan masih muncul di
mana-mana. Reformasi kita rupanya sekaligus dibarengi dengan absenya
pandangan kebangsaan
Landasan
formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45
serta Ketetapan-ketetapan MPR. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi
Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh
UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia Ialah Negara yang Berdasarkan Hukum
Negara
Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik
pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat
harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua
warga negara harus tercermin di dalamnya.
Menurut
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 perubahan ketiga, negara Indonesia adalah
negara hukum. Dengan dimasukkannya pasal ini ke dalam bagian pasal UUD
1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat
negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.
Landasan
negara hukum Indonesia dapat kita temukan dalam bagian penjelasan Umum
UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum
(Rechtsstaat). Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi
(hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).
Dalam
pemakaian istilah Rechtsstaat yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep
hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental. Konsepsi
negara hukum Indonesia dapat kita masukan dalam konsep negara hukum
materiil atau negara hukum dalam arti luas. Hal ini dapat kita ketahui
dari perumusan mengenai tujuan bernegara sebagai mana yang tercantum
dalam pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain yang menjadi dasar bahwa
Indonesia adalah negara hukum dalam arti materiil terdapat dalam
pasal-pasal UUD 1945, sebagai berikut.
Pada Bab XIV tentang Perekonomian Negara dan Kesejahteraan Sosial
pasal 33 dan 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan
bertanggung jawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Pada bagian Penjelasan Umum tentang Pokok-pokok Pikiran dalam
Pembukaan juga dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan
rakyat.
Dengan
demikian jelas bahwa secara konstitusional, negara Indonesia adalah
negara hukum yang dinamis (negara hukum materiil) atau negara
kesejahteraan (welfare state). Dalam negara hukum yang dinamis dan luas
ini para penyelenggara dituntut untuk berperan luas demi kepentingan
dan kesejahteraan rakyat.
Oprasionalisasi
dari konsep negara hukum di Indonesia dituangkan dalam konstitusi
negara, yaitu UUD 1945. UUD 1945 merupakan hukum dasar negar yang
menempati posisi sebagai hukum negara tertinggi dalam tertib hukum
(legal order) Indonesia. Di bawah UUD 1945 terdapat berbagai aturan
hukum/peraturan perundang-undangan yang bersumber dan berdasarkan pada
UUD 1945.
Legal
order yang merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tersusun secara
tertib di Indonesia dituangkan dalam ketetapan MPR No. III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Sumber
hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sumber
hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam
Pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan
Batang tubuh UUD 1945. Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai
berikut.
UUD 1945
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
UU
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan Daerah.
Negara Hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
Norma hukumya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional
dan adanya hierarki jenjang norma hulum (Stufenbouwtheorie-nya Hans
Kelsen).
Sistemnya, yaitu sistem konstitusi.
UUD
1945 sebagai naskah keseluruhan terdiri dari Pembukaan, Batang tubuh
dan Penjelasan sebagai hukum dasar negara. UUD 1945 hanya memuat
aturan-aturan pokoknya saja, sedangkan peraturan lebih lanjut dibuat
oleh organ negara, sesuia dengan dinamika pembangunan dan perkembangan
serta kebutuhan masyarakat. UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di
bawahnya membentuk kesatuan sistem hukum.
Kedaulatan rakyat atau prinsip demokrasi
Dapat
dilihat dari Pembukaan UUD 1945 yaitu dasar Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan pasal 2
ayat (2) yaitu “kedaulatan berad di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut ketentuan UUD”.
Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945).
Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR).
Sistem pemerintahan yang presidensiil
Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif).
Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Adanya jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (Pasal 28 A-J UUD 1945).
2. Indonesia Menganut Sistem Konstitusional
Pemerintah
berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem
konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di
samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok
konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR
sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi seperti telah
disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa
(kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara
tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang
kekuasaan negara yang tertinggi, MPR mempunyai:
Tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD
b. Menetapkan GBHN
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga
negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Presiden
Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya
apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan
UUD 1945
Mengubah undang-undang.
4. Presiden
Presiden
adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara
pemerintah negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga
harus tunduk dan bertanggung jawab kepada majelis. Presiden adalah
Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
Presiden
Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala
negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai
kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan
menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari. Presiden (dan Wakil
Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU
bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
Menetapkan Peraturan Pemerintah
Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
Menyatakan keadaan bahaya.
Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR
Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
Persyaratan
Syarat
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UU No 42 tahun
2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut:
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri
Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya
Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara
Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara
Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
Tidak pernah melakukan perbuatan tercela
Terdaftar sebagai Pemilih
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan
kewajiban membayar pajak selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak OrangPribadi
Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945
tidak
pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun
Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah
Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat
Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia,
termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung
dalam G.30.S/PKI
Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan
mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus
saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk
mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari
DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen,
dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
Hak tanya/bertanya kepada pemerintah
Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah
Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah
Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal
Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6. Menteri Negara
Menteri
Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR. Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab
kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut, berarti
sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan
Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan
pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam
prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
Dalam UUD 1945, Bab V tentang Kementerian Negara, Pasal 17 disebutkan :
Presiden dibantu oleh menterimenteri negara.
Menterimenteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)
Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)
Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang. ***)
Berikut tugas/fungsi beserta visi-misi Menteri Negara.
Menteri Negara Riset dan Teknologi
Kementerian
Negara Ristek mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan
kebijakan dan koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Menyelenggarakan fungsi :
perumusan kebijakan nasional di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi;
koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
VISI Pembangunan IPTEK 2025:
”Iptek sebagai kekuatan utama peningkatan kesejahteraan yang berkelanjutan dan peradaban bangsa”
MISI Pembangunan IPTEK 2025:
Menempatkan Iptek sebagai landasan kebijakan pembangunan nasional yang berkelanjutan;
Memberikan landasan etika pada pengembangan dan penerapan Iptek;
Mewujudkan sistem inovasi nasional yang tangguh guna meningkatkan daya saing bangsa di era global;
Meningkatkan
difusi Iptek melalui pemantapan jaringan pelaku dan kelembagaan Iptek
termasuk pengembangan mekanisme dan kelembagaan intermediasi Iptek;
Mewujudkan SDM, Sarana dan Prasarana serta Kelembagaan Iptek yang berkualitas dan kompetitif;
Mewujudkan
masyarakat Indonesia yang cerdas dan kreatif dalam suatu peradaban
masyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge based society).
2. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Kementerian
Negara Koperasi dan UKM mempunyai tugas membantu Presiden dalam
merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang koperasi dan usaha kecil
dan menengah.
Menyelenggarakan fungsi :
perumusan kebijakan nasional di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengai;
koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengai;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
VISI :
Menjadi
Lembaga Pemerintah yang kredibel dan efektif untuk mendinamisasi
pemberdayaan koperasi dan UMKM dalam rangka meningkatkan produktivitas,
daya saing dan kemandirian.
MISIi :
Memberikan
kontribusi nyata dalam pembangunan nasional melalui perumusan kebijakan
nasional; pengkoordinasian perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
kebijakan pemberdayaan di bidang koperasi dan UMKM; serta peningkatan
sinergi dan peran aktif masyarakat dan dunia usaha dalam rangka
meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian koperasi dan UMKM
secara sistimatis, berkelanjutan dan terintegrasi secara nasional.
Menteri Negara Lingkungan Hidup
Kementerian
Negara Lingkungan Hidup mempunyai tugas membantu Presiden dalam
merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang lingkungan hidup dan
pengendalian dampak lingkungan.
Menyelenggarakan fungsi : perumusan kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan;
koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
VISI :
Terwujudnya
perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup melalui Kementerian Negara
Lingkungan Hidup sebagai institusi yang handal dan proaktif untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan melalui penerapan prinsip-prinsip
Good Enviromental Governance, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat
Indonesia”.
MISI :
Mewujudkan kebijakan pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan;
Membangun
koordinasi dan kemitraan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan
dan pemanfaatan SDA dan Lingkungan Hidup secara efisien, adil dan
berkelanjutan;
Mewujudkan
pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran SDA dan Lingkungan
Hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Landasan hukum kementerian adalah Bab V Pasal 17 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa:
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
Lebih
lanjut, kementerian diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
Pembentukan
kementerian dilakukan paling lama 14 hari kerja sejak presiden
mengucapkan sumpah/janji. Urusan pemerintahan yang nomenklatur
kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 harus dibentuk
dalam satu kementerian tersendiri. Untuk kepentingan sinkronisasi dan
koordinasi urusan kementerian, presiden juga dapat membentuk kementerian
koordinasi. Jumlah seluruh kementerian maksimal 34 kementerian.
Kementerian
yang membidangi urusan pemerintahan selain yang nomenklatur
kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 dapat diubah oleh
presiden. Pemisahan, penggabungan, dan pembubaran kementerian tersebut
dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kecuali
untuk pembubaran kementerian yang menangani urusan agama, hukum,
keamanan, dan keuangan harus dengan persetujuan DPR
7. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
Kepala
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator,
artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat
dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota
MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas
Kekuasaan
Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun Kepala negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan “ Diktator “ artinya kekuasaan
tidak terbatas, disini Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan
mandataris MPR, namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.
Negara hukum berdasarkan Pancasila
Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri – ciri suatu negara hukum adalah
Pengakuan
dan perlindungan hak – hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang
politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak
Jaminan kepastian hokum
Kekuasaan Pemerintahan
Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh
seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen
2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi.
Presiden kedudukannya kuat, disini kekuasaan Presiden tidak lagi berada
dibawah MPR selaku mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam
melaksanakan tugas menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan
Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A.
Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif harus diselesaikan
melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah
Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum,
maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah
anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.
Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal
18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi atas
daerah – daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang – undang. Pasal 18 ayat 2
mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa
pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,
atau pengertian otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
Pemilihan Umum
Hasil
amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang
Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 1. Untuk memilih
anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden pasal 22 E ayat 2. Dalam
pemilu tersebut landasan yang dipergunakan adalah Undang – Undang UU No.
3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
Wilayah Negara
Pasal
25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa, Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas – batas dan hak – haknya ditetapkan
dengan Undang – Undang.
Hak
Asasi Manusia Menurut UUD 1945 Hak asasi manusia tidaklah lahir
mendadak sebagaimana kita lihat dalam “ Universal Declaration of Human
Right “ pada tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda- tangani oleh PBB.
Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan filosofis
manusia yang melatarbelakangi. Bangsa Indonesia didalam hak asasi
manusia terlihat lebih dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “ kemerdekaan
adalah hak segala bangsa “. Sebagai contoh didalam UUD 1945 pasal 28A
menyatakan : “ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
memepertahankan hidup dan kehidupannya “. Pasal 28A sampai dengan pasal
28J mengatur tentang hak asasi manusia didalam UUD 1945
4. Kekuasaan pemerintah Negara
Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh
seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen
2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi.
Presiden kedudukannya kuat, disini kekuasaan Presiden tidak lagi berada
dibawah MPR selaku mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam
melaksanakan tugas menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan
Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A.
Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif harus diselesaikan
melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah
Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum,
maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah
anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.
5. Sistem Ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Pancasila
Hukum
dasar yang tak tertulis (konvensi) adalah aturan-aturan yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara. Untuk menyelidiki
hukum dasar suatu Negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD
nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan
suasana kebatinannya dari UUD itu.
Hukum
dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintah suatu Negara dalam menentukan mekanisme kerja
badan-badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislative.
Undang-undang
Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis kedudukan dan fungsi
dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga Negara,
lembaga masyarakat, warga Negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945
memuat norma-norma atau aturan-aturan yang harus ditaati dan
dilaksanakan.
Indonesia
adalah Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu,
dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam
sistem peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan
pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia.
Hal
ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945 yang dalam
konteks ketatanegaraan Indonesia memilih kedudukan yang sangat penting
karena merupakan suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hirearkhi
tertib hukum tertinggi di Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Pada hakikatnya merupakan
suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan
Negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia.
Maka
kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai
dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang
termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat
disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif
Indonesia.
Dengan
demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus
bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar
filsafat Indonesia. Dapat kita lihat bahwa pancasila dalam konteks
ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami
perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem ketatanegaraan.
Dalam
hal perubahan tersebut, secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan
mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD
tersebut yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan
Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas pembukaan dan
pasal-pasal.
Pembukaan
UUD 1945 yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena
tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dihapuskan.
Materi yang dikandungnya sebagia dimasukkan, diubah dan ada pula yang
dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen Perubahan mendasar UUD
1945. setelah emoat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana
kedaulatan rakyat dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara.
Sebelum
amandemen kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri
atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dan daerah-daerah dan
golongan-golongan itu. Demikian besar dan luas kewenangannya. Antara
lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-garis
Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-undang Dasar.
Rumusan
UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan Negara belum cukup didukung
ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi
manusia dan oronomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya
praktek penyelenggara Negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD
1945, antara lain sebagai berikut:
Tidak adanya check and balances antar lembaga Negara dan kekuasaan terpusat pada Presiden
Infrastruktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat
Pemilihan
Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi
formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh
pemerintah
Kesejahteraan social berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoly
Dengan
demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus
bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar
filsafat Indonesia.
F. Fungsi Demokrasi Pancasila
Landasan
formil dari periode Republik Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45
serta Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi
Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh
UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara
Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik
pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat
harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi semua
warga negara harus tercermin di dalamnya.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah
berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem
konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi, di
samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang merupakan pokok
konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
Seperti
telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu,
bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara
tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang
kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD;
b. Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga
negara lain, seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan
kepada Presiden;
Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya
apabila presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan
UUD;
Mengubah undang-undang.
Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di
bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi.
Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung
jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib
menjalankan putusan-putusan MPR.
5. Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan
mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR harus
saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk
mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari
DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen,
dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
Menteri Negara adalah pembantu presiden,
Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden
memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara.
Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden.
Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet
kepresidenan/presidensil.
Kedudukan
Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan
pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam
prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
6. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator,
artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan
sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat
dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap menjadi anggota
MPR. DPR sejajar dengan presiden.
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya: Ikut menyukseskan Pemilu, ikut menyukseskan Pembangunan, ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan, dll.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI.
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab
Contohnya: Presiden adalah Mandataris MPR dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demokrasi
Pancasila adalah sebuah sistem demokrasi pemerintahan, yang keduanya
bisa dipakai di negara manapun, dengan cara masing masing di indonesia
sendiri demokrasi pancasila sudah mendarah daging disetiap warga nya,
karena demokrasi itu mencerminkan kehidupan bermasyarakat, sistem
demokrasi / pemerintahan liberal tidak akan cocok untuk diterapkan di
indonesia karena adat dan budaya negara indonesia bertolak belakang
dengan negara barat, NKRI harga mati, demokrasi pancasila harus
dibudayakan kepada anak cucu kita.
Makna
Demokrasi Pancasila bisa bermakna keikutsertaan rakyat kehidupan
bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan
perundang-undangan.
Dalam
demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek demokrasi, yaitu rakyat
sebagai keseluruhan berhak ikut serta aktif menentukan
keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari keinginan-keinginan
itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga
perwakilan yang ada yang dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Menurut
beberapa pakar, demokrasi merupakan system pemerintahan yang paling
baik hingga sekarang ini. Demokrasi sendiri lahir atas adanya kesadaran
bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara segala kebijakan dan
pengambil kebijakan harus berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Namun
apabila dilihat dari kenyataan, keterpurukan dari berbagai sector
kehidupan Negara penganut demokrasi masih sangat besar, termasuk
Indonesia.
Indonesia
menggunakan system demokrasi pancasila yang dianggap merupakan
perwujudan nilai-nilai dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang
berasaskan kekeluargaan. Implementasi demokrasi pancasila sendiri telah
di buktikan dengan sebuah proses pemilihan umum yang langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai demokrasi pancasila semoga bermanfaat.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai demokrasi pancasila semoga bermanfaat.