Contoh Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Table of Contents
ABSTRAK
DRA.
SUMARWATI, M.PD., DKK ”PENERAPAN
PENDEKATAN PROSES 5 FASE UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MENULIS PADA
SISWA KELAS V SD”
Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan motivasi, aktivitas, dan kemampuan menulis dengan
mengimplementasikan tahap-tahap dalam pendekatan proses 5 fase. Strategi
penelitiannya adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 3 dan tiap
siklus meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, serta refleksi
dan verifikasi. Yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas V.1 SD Negeri 15 Surakarta, sedang
objeknya adalah pembelajaran menulis yang termasuk dalam pelajaran Bahasa
Indonesia.
Hasil penelitian
menunjukkan penerapan tahap-tahap dalam pendekatan proses 5 fase, yaitu
meliputi tahap prapenulisan, penulisan, revisi, pengeditan, dan pemajangan
karangan, dapat meningkatkan kualitas proses maupun hasil pembelajaran menulis
pada para siswa kelas V.1 SD Negeri 15 Surakarta. Ini ditunjukkan dari adanya
peningkatan jumlah siswa yang termotivasi dan aktif selama proses kreatif
menulis berlangsung. Selain itu, juga tampak dari meningkatnya jumlah siswa
yang mencapai ketuntasan belajar menulis (mendapat nilai minimal 65) dari
siklus pertama hingga ketiga. Adapun cara penerapan pendekatan proses 5 fase
yang dapat meningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis tersebut
adalah sebagai berikut: (1) tahap prepenulisan direalisasikan melalui
pembimbingan pemilihan dan pembatasan topik karangan serta penyusunan kerangka
karangan, (2) tahap penulisan direalisasikan melalui pembimbingan mengembangkan
topik-topik pada kerangka karangan menjadi paragraf-paragraf sehingga
dihasilkan draf karangan, (3) tahap revisi dan tahap pengeditan direalisasikan
melalui pemberian tanda-tanda atau feedback
mengenai kekurangan pada aspek isi karangan dan kesalahan bahasa dan
pembimbingan memperbaiki isi dan mengoreksi kesalahan bahasa, dan (4) tahap
publikasi diwujudkan melalui pemajangan karya semua siswa kelas V.1 pada papan
pajang oleh guru dan siswa
KATA
PENGANTAR
Puji syukur peneliti
panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wataala atas limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya karena dapat melaksanakan penelitian ini hingga penyusunan laporan
hasilnya.
Sudah barang tentu
pelaksanaan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar berkat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1.
Ketua LPPM Universitas Sebelas Maret yang memberikan
pengesahan pada proposal maupun laporan hasil penelitian.
2.
Dekan FKIP Universitas Sebelas Maret yang memberikan
pengesahan pada proposal maupun laporan hasil penelitian.
3.
Kepala SD Negeri 15 Surakarta yang telah memberikan
pengesasahan pada proposal dan hasil penelitian serta berpartisipasi sebagai
angota dalam penelitian ini
4.
Guru kelas V.1 SD Negeri 15 Surakarta yang telah
berpartisipasi aktif sebagai anggota dalam penelitian ini
5.
Para guru SD Negeri15 Surakarta yang telah berpartisipasi
dalam pelaksanaan tindakan penelitian ini
6.
Para siswa kelas V.1 SD Negeri 15 Surakarta yang menjadi subjek penelitian ini dan berpartisipasi aktif selama
pelaksanaan tindakan.
7.
Semua pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan
penelitian ini.
Semoga amal baik semua pihak diatas mendapat balasan yang berlipat ganda
dari Allah Subhanahu wataala. Amin.
Sudah barang tentu laporan penelitian ini memiliki banyak kekurangan dan
kelemahan karena terbatasnya kemampuan peneliti. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan untuk memperbaikinya.
Surakarta, November 2007
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 15 Surakarta, yang
berdasarkan data pada Kantor Dinas Dikpora kota Surakarta, termasuk dalam
kualifikasi baik Fasilitas penunjang pelajaran menulis yang telah ada di
sekolah ini adalah adanya sebuah papan tempel berukuran sekitar 100 x 80 cm pada
setiap kelas sehingga hanya mampu memuat sebagian karya siswa. Karya yang
dimuat adalah yang menurut penilain guru merupakan karya terbaik sehingga yang
dimuat umumnya karya dari siswa yang itu-itu saja, yakni hanya yang berminat
atau suka menulis. Padahal, siswa yang demikian itu jumlahnya tidak banyak
sehingga seringkai papan tersebut dalam kondisi kosong.
Waktu pelaksanaan penelitian, yakni dari tahap persiapan
hingga pelaporan hasil penelitian
dilakukan selama 8 bulan, yakni
mulai bulan April sampai dengan 15 November 2007. Adapun pelaksanaan
pembelajaran diselenggarakan pada setengah semester gasal (semester 1), yaitu
bulan Agustus hingga September 2007 dengan rincian sebagai berikut:
1. Siklus I : dilaksanakan pada tanggal 6, 8, dan 10
Agustus 2007 (pema-jangan karangan berlangsung dari tanggal 11 s.d. 23 Agustus
2007)
2. Siklus II : dilaksanakan pada tanggal 20, 22, dan 24
Agustus 2007 (pema-jangan karangan berlangsung
tanggal 26 Agustus s.d. 8 September 2007)
3. Siklus III : dilaksanakan pada tanggal 3 dan 7 September 2007 (pema-jangan karangan
berlangsung dari tanggal 10 s.d. 22 September 2007
B. Subjek
dan Objek Penelitian
Yang menjadi
subjek penelitian adalah para siswa
kelas V.1 (non-akselerasi) SD Negeri 15 Surakarta tahun ajaran 2007 yang
berjumlah 48 siswa. Dalam berbagai mata pelajaran, sebenarnya kelas ini
memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan kelas V.2, namun dalam menulis
tampaknya para siswa kelas V.1 minatnya lebih rendah daripada kelas V.2 Adapun
yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran menulis yang termasuk dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia
C. Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian
tindakan kelas yang dilaksanakan dengan menempuh prosedur sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan Tindakan, meliputi
kegiatan tim (dosen, guru, dan kepsek):
1)
mengadakan sharing
ideas dengan guru-guru SD Negeri
15 untuk mendapatkan berbagai pertimbangan dan masukan mengenai
penerapan pendekatan proses dalam pembelajaran menulis
2)
penyiapan sarana dan
media pembelajaran menulis, yaitu papan pajang karya dan gambar-gambar seri
sebagai stimulan pada siswa untuk tahap prapenulisan (pemilihan dan
pembatasan topik)
3)
menyiapkan pedoman observasi terhadap proses pembelajaran
menulis dengan pendekatan proses serta pedoman penilaian terhadap karangan siswa
b. Tahap
Aplikasi Tindakan
Dalam
pelaksanaan PTK ini, mekanisme kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus
(direncanakan 3 siklus), yang setiap siklusnya tercakup 4 kegiatan, yaitu (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis
dan refleksi (McNiff, 1992:22-24). Karena pendekatan proses ini meliputi 5
fase, maka pelaksanaan kelima fase tersebut dianggap sebagai satu siklus.
1) Rancangan siklus I
a) Tahap
perencanaan, mencakup
kegiatan menyiapkan perngkat pembelajaran dan merancang skenario pembelajaran
menulis dengan pendejkatan proses 5 fase.
b) Tahap
pelaksanaan,
dilakukan dengan mengadakan pembelajaran yang dalam satu siklus ada 3 kali
tatap muka, yang masing-masing 2 x 40 menit, sesuai skenario pembelajarn dan RP
pada siswa Pada siklus I ini pembelajaran dilakukan oleh guru kelas, sedangkan
peneliti lain (dosen dan kepala sekolah) melakukan observasi terhadap proses
pembelajaran dan wawancara kepada beberapa siswa setelah pembelajaran berakhir.
c) Tahap
observasi dilakukan
dosen dan kepala sekolah dengan mengamati proses pembelajaran (aktivitas guru
dan siswa) Observasi diarahkan pada poin-poin
dalam pedoman yang telah disiapkan peneliti. Selain itu, untuk memperoleh
data yang akurat, peneliti juga
melakukan wawancara dengan para siswa mengenai poin-poin tertentu yang dirasa
perlu ditanyakan pada siswa untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.
d) Tahap
analisis dan refleksi,
dilakukan oleh dosen, guru, dan kepala sekolah dengan cara menganalisis hasil
pekerjaan siswa, hasil observasi, serta hasil wawancara. Dengan demikian,
analisis dilakukan terhadap proses dan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil
analisis tersebut akan diperoleh kesimpulan bagian fase mana yang perlu
diperbaiki atau disempurnakan dan fase mana yang telah memenuhi target.
2)
Rancangan
siklus II dan III
Pada siklus kedua dan ketiga dilakukan
tahapan-tahapan seperti pada siklus pertama tetapi didahului dengan perencanaan
ulang berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada siklus pertama
(refleksi), sehingga kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus
pertama tidak terjadi pada siklus kedua, begitru juga dengan siklus III.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pelaksanaan Tindakan Setiap Siklus
Sebagaimana telah dituliskan di depan, penelitian
tindakan terhadap pembelajaran menulis ini dilakukan dalam 3 siklus yang setiap
siklus meliputi 2 atau 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan menggunakan waktu 2 x
35 menit. Yang menjadi buku sumber adalah buku teks ”Bina Bahasa Indonesia
untuk Sekolah Dasar Kelas V Semester I” yang diterbitkan oleh Erlangga. Buku
tersebut dimiliki oleh semua siswa kelas V.1 sehingga membantu kelancaran
pembelajaran menulis
Ada sembilan tema pelajaran dalam buku itu, yaitu tema
hiburan, kependudukan, keamanan dan keselamatan, ekonomi, pahlawan, pertanian,
lingkungan, kegiatan, dan peristiwa. Dari pelajaran pertama hingga kesembilan
terdapat materi keterampilan menulis. Namun demikian, pada dasarnya materi
menulis yang termuat meliputi menulis surat (pribadi dan resmi), menulis
berdasarkan gambar seri, menulis berdasarkan pengalaman, dan menulis
percakapan.
Oleh guru biasanya materi tidak disampaikan sesuai urutan
dalam buku teks karena guru menerapkan prinsip penyampaian materi dari yang
mudah ke yang sukar, atau dari yang sederhana ke yang kompleks. Misalnya
menulis berdasarkan gambar yang terdapat pada pelajaran kedua disampaikan
terlebih dahulu, sedangkan menulis surat undangan pada pelajaran pertama
disampaikan berikutnya. Pertimbangannya, menulis berdasarkan gambar lebih mudah
dibandingkan menulis surat undangan.
Adapun hasil pelaksanaan tindakan setiap siklus adalah
sebagai berikut ini.
1. Siklus I
Pada siklus pertama ini, materi pelajaran diambil dari buku teks ”Bina
Bahasa Indonesia” pada pelajaran ke-2 yang bertema kependudukan dengan pokok
bahasan ”menulis berdasarkan gambar seri”. peneliti mengawalinya dengan
melakukan tahap perencanaan tindakan
yang, mencakup kegiatan:
a.
menyusun silabi dan rencana pembelajaran (RP)
menulis untuk setengah semester
b.
merancang skenario pembelajaran menulis dengan pendekatan
proses dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) guru memberikan apersepsi
dengan menggali pengalaman siswa mengenai peristiwa yang ditemuinya dalam kehidupan
sehari-hari, (2) guru memperlihatkan beberapa
gambar seri yang menggambarkan suatu peristiwa, (3) guru memberi contoh
kerangka karangan berdasarkan gambar seri tersebut, (4) guru memberi contoh
mengembangkan beberapa topik yang ada dalam kerangka karangan, (5) guru memberi
contoh memperbaiki isi karangan, (6) guru memberi contoh memperbaiki pemakaian
bahasa dalam karangan, (7) guru meminta siswa melihat gambar seri yang ada
dalam buku teks, (8) guru meminta siswa menyusun kerangka karangan sesuai dengan
gambar seri, (9) siswa diminta mengembangkan setiap poin dalam kerangka
karangan sehingga menjadi draf karangan (10) draf karangan selanjutnya diberi feedback oleh guru pada bagian-bagian
yang perlu diperbaiki isi dan dibetulkan bahasanya, (11) siswa melakukan revisi
dan pengeditan bahasa, (12) siswa menulis kembali karangan masing-masing serta
memberikan ilustrasi sesuai keinginan siswa sehingga menjadi karangan final, (13)
dosen, guru, dan kepala sekolah mengevaluasi dan menganalisis hasil tulisan siswa
sebagai bahan pertimbangan tingkat keberhasilan siklus I, dan (14) guru bersama
siswa memajang semua tulisan pada papan displai
c.
membuat media pembelajaran berupa
gambar seri pada kertas manila, contoh kerangka karangan untuk gambar seri
tersebut, draf karangan yang merupakan pengembangan dari kerangka tersebut, serta
contoh pemanfaatan feedback untuk
merevisi dan mengedit tulisan yang diketik pada kemudian diperbanyak untuk
dibagikan kepada para siswa.
d.
menyusun pedoman observasi terhadap proses pembelajaran
serta pedoman penilaian terhadap hasil karangan siswa
e.
menyiapkan papan pajang untuk menempelkan seluruh karya
siswa yang telah diberi ilustrasi
Aktivitas-aktivitas perencanaan tindakan tersebut
dilakukan oleh dosen, guru, dan kepala sekolah dalam waktu satu minggu sebelum
pelaksanaan pembelajaran (minggu pertama bulan Agustus 2007)
.Tahap pelaksanaan tindakan yang berupa pembelajaran menulis dengan
pendekatan peroses 5 fase dilakukan dalam waktu 3 kali tatap muka yang setiap
tatap muka menggunakan waktu 2 x 35 menit. Pada pertemuan pertama diawali
dengan pemberian apersepsi berupa tanya jawab tentang penduduk di Indonesia yang sudah dibahas
dalam pelajaran membaca. Selanjutnya, siswa diminta mengamati gambar seri yang
ada dalam buku teks pada halaman 24 dan 25, dan mengurutkan ketiga deretan
gambar seri tersebut. Kemudian, guru memberi contoh membuat kerangka karangan
untuk tiga deret gambar seri yang masing-masing deret memuat 3
gambar.Selanjutnya guru memberi contoh mengembangkan salah satu kerangka
karangan menjadi sebuah karangan (telah diketik, digandakan, dan dibagikan
kepada siswa) Dalam contoh karangan yang dibagikan tersebut sengaja dibuat terdapat kesalahan pada aspek isi maupun bahasanya.
Kemudian, guru meminta siswa memperbaiki kesalahan isi dan bahasa pada karangan
di bawah bimbingan guru. Setelah siswa diberi contoh melakukan tugas mengarang
melalui tahap-tahap menulis dengan benar, selanjutnya mereka diminta menulis berdasarkan gambar seri yang termuat
pada halaman 31. Sebelumnya para siswa
mengurutkan deretan gambar seri yang terdiri atas lima gambar tersebut di bawah bimbingan guru. Setelah
diperoleh urutan yang benar, siswa diminta membuat kerangka karangan sesuai
gambar seri dan mengumpulkannya pada guru. Siswa diminta membuat minimal sebuah
poin/catatan untuk sebuah gambar sehingga minimal akan diperoleh lima poin pada
kerangka karangan. Selanjutnya, kerangka tersebut dikumpulkan pada guru yang
akan diperiksa untuk diberi catatan pada yang dinilai kurang baik.
Pada pertemuan kedua, guru
membagikan kerangka karangan kepada masing-masing siswa untuk dikembangkan
menjadi sebuah karangan pada kertas folio tersendiri. Siswa diminta membuat
minimal sebuah paragraf untuk setiap poin yang ditulisnya dalam kerangka
karangan. Selama penaksanaan aktivitas menulis tersebut, guru memberikan
bimbingan kepada para siswa yang merasa mengalami kesulitan, terutama mengenai
detail peristiwa yang terdapat pada gambar. Hampir 50% siswa yang minta
dijelaskan. Karangan yang sudah
selesai dikumpulkan kepada guru.
Karangan tersebut selanjutnya diamati guru dalam hal organisasi isi dan
bahasanya agar guru memiliki gambaran tentang hal-hal yang perlu mendapat
perhatian besar pada saat revisi dan pengeditan.
Pada pertemuan ketiga, karangan
dibagikan kepada para siswa sesuai nama yang tertera. Kemudian, di bawah
bimbingan guru, para siswa melakukan revisi atau perbaikan isi karangan dengan
cara siswa diminta membaca karangannya dan menilai isinya sudah lengkap belum.
Penilaian ini dikaitkan dengan kesesuaian isi tiap paragraf dengan gambar yang dimaksud. Siswa yang
merasa isi karangannya kurang sesuai dengan gambar, siswa tersebut dapat
memperbaikinya dengan bantuan guru. Begitu halnya dengan siswa yang merasa
karangannya belum memuat semua peristiwa yang terdapat pada gambar seri, dia
dibimbing untuk melengkapinya. Setelah melakukan revisi, siswa dipandu guru
untuk memperbaiki bahasanya (pengeditan) Berdasarkan pengamatan guru, kesalahan
bahasa yang banyak dilakukan siswa adalah pemakaian tanda koma, titik, penulisan
kata depan, dan pemakaian kata yang tidak tepat. Tahap pengeditan ini dilakukan
dengan cara guru memberi contoh pemakaian aspek bahasa (koma, titik, kata
depan, kata yang tepat) yang salah dan cara pembetulannya. Kemudian siswa
diminta menemukan kesalahan yang sejenis pada karangannya, jika ada mereka
harus mengoreksinya. Kalau karangan sudah selesai diperbaiki bahasanya,
selanjutnya bisa ditulis ulang di rumah untuk dikumpulkan hari berikutnya..
Semua karangan siswa yang telah
dikumpulkan, selanjutnya ditempelkan pada dua papan pajang yang terdapat di
depan kelas V,1. Penempelan karya siswa tersebut dilakukan oleh para siswa di
bawah bimbingan guru. Adapun pemajangan karangan dilakukan selama sepuluh hari.
Tampak para siswa berebutan membaca karangan temannya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dapat
dikemukakan hal-hal sebagai berikut ini.
a.
60% siswa belum dapat membuat kerangka karangan yang
lengkap dan sesuai dengan urutan gambar dan detail peristiwa pada gambar
(umumnya hanya memuat 3 poin, padahal seharusnya minimal ada 5 poin karena ada
5 gambar)
b.
50% siswa belum dapat mengembangkan kerangka karangan
menjadi karangan yang lengkap, yakni ada yang tidak mengembangkan poin tertentu
pada kerangka karangannya dan ada yang menulis hanya satu kalimat pendek untuk
sebuah poin (bukan sebuah paragraf).
c.
50% siswa belum dapat memperbaiki isi karangannya yang
kurang lengkap atau belum selesai yang tampak dari tidak adanya
perbedaan antara karangan yang belum direvisi dengan yang sudah
d.
40% siswa belum dapat memperbaiki kesalahan bahasa dalam
karangannya yang ditunjukkan dari masih adanya kesalahan bahasa pada aspek
tanda koma, titik, penulisan kata depan, dan pemakaian kata tidak tepat
e.
40% siswa belum menampakkan kesungguhan dan aktif dalam
melakukan tahap-tahap menulis
f.
55% belum mencapai ketuntasan belajar menulis karena
nilai hasil karangannya masih di bawah 65.
Berkaitan dengan hasil observasi
yang menunjukkan bahwa indikator penelitian ini belum tercapai, peneliti berupaya
menggali faktor penyebab fenomena tersebut, kemudian melakukan refleksi bersama-sama. Adapun
hasilnya sebagai berikut ini.
a.
Para siswa belum bisa membuat kerangka karangan secara
lengkap karena mengikuti contoh yang diberikan, yakni membagi tulisan menjadi
tiga bagian (pembukaan, isi, penutup). Hal ini akan diperbaiki dengan
menerangkan dan memberi contoh kerangka karangan yang lebih tepat pada
pembelajaran berikutnya.
b.
Para siswa kurang mampu mengembangkan poin-poin dalam
kerangka karangan ke dalam paragraf-paragraf dan wacana yang lengkap dan utuh
serta memperbaiki isi karangannya (merevisi) karena umumnya kurang memahami
peristiwa yang terdapat dalam gambar. Ini menunjukkan gambar seri yang menjadi
sumber materi kurang jelas dan masalahnya tidak dikuasai para siswa.
Faktor ini juga menjadi penyebab para
siswa kurang antusias dan aktif dalam melakukan tahap-tahap menulis serta
karangannya tidak mencapai nilai 65. Dengan kata lain, para siswa merasa asing
dengan masalah kependudukan yang digambarkan sehingga mereka enggan untuk
menulis sebaik-baiknya. Untuk menghindari terulangnya masalah tersebut, pada
pembelajaran berikutnya, siswa akan diberi pilihan topik karangan dan yang
diperkirakan dikuasai serta disukai mereka.
c.
Para siswa belum
dapat memperbaiki kesalahan bahasa pada aspek yang dicontohkan karena
kesulitan menemukan letak-letak kesalahan pada karangannya. Selain itu, waktu
yang diberikan untuk melakukan tahap pengeditan juga dirasa kurang. Oleh karena
itu, untuk mengatasi masalah tersebut pada pambelajaran berikutnya siswa akan
dibantu dengan memberikan tanda tertentu pada kesalahan bahasanya dan waktu
pengeditan akan ditambah
2. Siklus II
Yang menjadi guru pada siklus ini
adalah kepala sekolah sehingga guru kelas bersama dosen berposisi sebagai pengamat selama proses
pembelajaran. Tindakan pada siklus kedua tetap menggunakan pendekatan proses 5
fase dengan materi “menulis surat
pribadi” dan akan menerapkan hasil refleksi dari siklus I. Materi ajar diambil
dari buku teks “Bina Bahasa Indonesia” halaman 58.
Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti menyusun skenario pembelajaran
dengan memperhatikan hasil tindakan siklus I. Selain itu, yang disiapkan adalah
media yang berupa contoh-contoh surat pribadi yang ditulis siswa kelas V.1
tahun lalu (saat ini kelas VI).
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang
akan ditempuh sebagai berikut: (a) guru memberikan apersepsi, (b) guru menunjukkan
beberapa contoh surat pribadi, (c) guru meminta siswa menyebutkan bagian-bagian
yang ada dalam surat pribadi dan memberi contoh cara menyusun surat pribadi,
(d) guru meminta siswa menyusun kerangka surat dengan membebaskan siswa memilih
topik dan orang yang dituju, (e) siswa diminta mengembangkan setiap poin dalam
kerangka sehingga menjadi draf surat
yang lengkap (f) draf surat selanjutnya diberi tanda-tanda oleh guru pada
bagian-bagian yang perlu, yaitu pada masalah isi dan bahasa, (g) siswa
melakukan revisi isi, (h) siswa melakukan pengeditan bahasa, (i) siswa
menulis kembali karangan masing-masing serta memberikan ilustrasi sesuai
keinginannya, (j) guru bersama siswa memajang semua surat pribadi pada papan
displai, dan (k) dosen, guru, dan kepala sekolah mengevaluasi tulisan siswa
sebagai bahan pertimbangan tingkat keberhasilan siklus II.
Pada tahap
pelaksanaan tindakan, guru melakukan pem-belajaran dengan aktivitas sebagai
berikut ini. Pertemuan pertama (2 x 35 menit) diawali pemberian apersepsi
dengan pertanyaan mengenai pentingnya komunikasi melalui surat dengan saudara
atau teman. Selanjutnya guru menunjukkan contoh-contoh nyata surat pribadi juga
contoh yang ada dalam buku teks, kemudian guru bersama siswa mengidentifikasi
komponen-komponen yang terdapat dalam surat pribadi. Setelah siswa dinilai
dapat memahami cara menyusun surat pribadi, mereka diminta membuat surat dengan
topik dan tujuan surat yang dipilih sendiri melalui tahap penyusunan kerangka
karangan terlebih dahulu, baru mengembangkannya menjadi surat yang lengkap.
Meski demikian, bimbingan guru tetap diberikan kepada para siswa yang tampak mengalami
kesulitan, baik dalam pemilihan topik surat maupun penyusunan kerangka
karangannya. Surat yang sudah selesai dikumpulkan pada guru, yang akan diberi
tanda-randa tentang kekurangan pada isi dan kesalahan bahasanya.
Tanda-tanda tersebut untuk membantu siswa ketika melakukan revisi isi dan
pengeditan bahasa yang akan dilakukan pada pertemuan kedua.
Pada pertemuan kedua surat para siswa yang telah diberi
tanda-tanda (menggunakan tinta merah) dikembalikan pada siswa masing-masing.
Pertama-tama, guru memandu siswa dalam
melakukan perbaikan isi surat berdasarkan tanda-tanda yang ada. Tanda yang digunakan adalah plus (+) berarti pada bagian itu perlu
ditambah uraiannya, tanda panah (
) berarti bagian itu perlu
dipindah letaknya.sesuai arah panah. Bimbingan merevisi ini dilakukan dengan
memanfaatkan satu per satu tanda sehingga siswa memiliki cukup waktu untuk
memperbaiki karangannya. Selanjutnya, guru memandu siswa untuk melakukan
pengeditan bahasanya. Seperti halnya pada tahap revisi, pada pengeditan ini
dilakukan dengan bimbingan menggunakan satu persatu tanda. Tanda tersebut
adalah T untuk kesalahan pemakaian
tanda titik, K untuk kesalahan
pemakaian tanda koma, Sk untuk
kesalahan penulisan singkatan, H untuk
kesalahan penulisan huruf, dan KD untuk
penulisan kata depan. Surat yang telah diperbaiki dikumpulkan kembali kepada
guru.
Pada pertemuan ketiga, surat yang
memuat coretan-coretan sebagai tanda telah mengalami perbaikan dikembalikan
kepada siswa. Selanjutnya, siswa diminta menulis ulang surat tersebut pada
lembar kertas yang baru. Kalau sudah selesai, para siswa dapat memberi hiasan
sesuai keinginanya supaya menarik kalau dipajang. Sebelum dipajang, surat-surat
tersebut dinilai guru. namun nilainya tidak dituliskan pada surat melainkan langsung
pada daftar nilai.
Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus II ini
diperoleh data sebagai berikut ini.
a.
30% siswa belum dapat membuat kerangka karangan yang
lengkap dan sesuai dengan urutan komponen surat
b.
30% siswa belum dapat mengembangkan kerangka karangan
menjadi surat yang lengkap, yakni ada yang masih mengembangkan poin tertentu pada kerangka
karangannya dalam satu kalimat pendek (bukan sebuah paragraf) dan dua poin dikembangkan dalam satu paragraf.
c.
30% siswa belum dapat memperbaiki isi suratnya yang
kurang lengkap atau kurang runtut yang tampak dari tidak adanya
perbedaan antara karangan yang belum direvisi dengan yang sudah
d.
25% siswa belum dapat memperbaiki kesalahan bahasa dalam
karangannya yang ditunjukkan dari masih adanya kesalahan bahasa yang sudah
diberi tanda oleh guru
e.
25% siswa belum menampakkan kesungguhan dan aktif dalam
melakukan tahap-tahap menulis
f.
30% belum mencapai ketuntasan belajar menulis surat
pribadi karena nilainya masih di bawah 65.
Dari hasil refleksi yang dilakukan guru, kepala sekolah, dan dosen
diperoleh fakta-fakta dan rencana tindakan sebagai berikut ini.
a.
Siswa belum dapat membuat kerangka karangan secara runtut
dan lengkap karena masih belum memahami cara menyusun kerangka karangan dan kesulitan
ini akan diupayakan dengan memberi contoh lebih banyak.
b.
Siswa belum mampu mengembangkan kerangka karangan menjadi
karangan yang utuh dan lengkap karena kurangnya penguasaan kosa kata. Hal ini
akan diatasi dengan memberi tugas membaca dan membuat ringkasannya sebelum
dilakukan tindakan siklus III.
c.
Siswa kurang maksimal dalam memanfaatkan tanda-tanda yang
diberikan guru. baik pada aspek isi maupun bahasa. Ini disebabkan siswa masih
belum memahami paragraf yang baik dan kurang baik serta kurang memahami mengapa
pemakaian bahasa yang ditandai itu salah. Karena itu, pembetulan yang dilakukan
hanya bersifat coba-coba sehingga perbaikan yang dilakukan masih juga salah.
Kesulitan ini akan diatasi dengan cara guru memberi banyak contoh tentang
paragraf-paragraf yang baik dan penjelasan penyebab suatu pemakaian bahasa
salah dan bagaimana membetulkannya. Selain itu, karena pemberian tanda-tanda
kesalahan pada karangan sangat membantu siswa dalam melakukan perbaikan,
langkah tersebut akan tetap diterapkan pada siklus berikutnya.
d.
Siswa kurang antusias dan aktif selama pembelajaran berlangsung karena beranggapan menulis surat
sulit. Ini akan diatasi dengan pemberian reinforcement berupa pujian terhadap karangannya.
3. Siklus III
Pada siklus ini kompetensi yang akan diajarkan adalah “menulis pengalaman yang berkesan”. Yang
menjadi guru pada siklus ini adalah guru kelas V.1. Karena tujuannya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran menulis,
sebelum melaksanakan siklus III ini, penerapan fase-fase yang berdasarkan
hasil penerapan siklus I dan II dinilai belum berhasil diperbaiki untuk
diterapkan lagi.
Perencanaan
tindakan dilakukan dengan merancang skenario pembelajaran dengan
langkah-langkah : (a) guru memberikan apersepsi dengan menggali pengalaman
siswa yang dianggap berkesan, (b) guru memberi contoh urutan karangan tentang
suatu pengalaman yang berkesan, (c) guru meminta siswa menyusun kerangka
karangan, (d) siswa diminta mengembangkan setiap poin dalam kerangka karangan
sehingga menjadi draf karangan, (e) draf
selanjutnya diberi feedback
oleh guru pada bagian-bagian yang perlu diperbaiki yakni kejanggalan isi dan kesalahan bahasanya, (f) siswa
melakukan revisi isi (g) siswa melakukan
pengeditan bahasa, (h) siswa menulis kembali karangan masing-masing serta
memberikan ilustrasi sesuai keinginannya, (i) guru mengevaluasi karya siswa sebagai bahan pertimbangan
tingkat keberhasilan siklus terakhir ini, dan (j) guru dan kepala sekolah bersama siswa
memajang semua karangan pada papan displai. Untuk mengukur ketercapaian siklus
III didasarkan pada persentase siswa yang memenuhi ke-6 indikator yang telah
dirumuskan. Target persentasenya tentu saja harus lebih besar dibandingkan
persentase pada siklus II.
Tahap
pelaksanaan tindakan dilakukan guru dengan melakukan pembelajaran menulis
dalam 2 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama
guru mengadakan apersepsi dengan menanyakan pengalaman para tokoh yang
terdapat dalam wacana yang telah dibaca pada pelajaran sebelumnya. Selanjutnya
siswa diminta membaca tugas yang ada dalam buku teks halaman 123, yaitu tugas
menulis pengalaman yang berkesan. Pertama-tama dengan dibimbing guru, siswa
memilih topik tentang hal menarik yang pernah dialaminya. Kemudian, topik
tersebut dirinci menjadi sub-sub topik sehingga membentuk sebuah kerangka
karangan. Siswa diminta memeriksa kelengkapan sub-sub topik serta urutannya
dengan cara membandingkan-nya dengan contoh kerangka karangan yang ditunjukkan
guru. Kalau dinilai sudah baik, siswa diminta mengembangkan masing-masing sub
topik pada kerangka karangan menjadi paragraf-pargraf sehingga terbentuk sebuah
karangan yang lengkap. Karangan yang sudah selesai dikumpulkan pada guru.
Selanjutnya guru membaca semua karangan dan memberi tanda-tanda pada
bagian-bagian yang dinilai perlu diperbaiki, baik dalam hal isi maupun
bahasanya. Adapun tanda yang dipakai sama dengan pada siklus II
Pada pertemuan kedua, karangan
dikembalikan kepada penulisnya masing-masing. Dengan bimbingan guru, siswa
memperbaiki isi karangan dengan memanfaatkan tanda-tanda yang diberikan guru
pada karangannya. Pada umumnya yang masih perlu direvisi adalah paragraf yang
isinya belum lengkap. Untuk membantu siswa, guru memberikan contoh sebuah
paragraf yang lengkap dan yang kurang lengkap pada kertas manila. Siswa diminta
membandingkan paragraf-paragraf yang ditulisnya dengan yang dicontohkan guru.
Siswa yang menemukan kekurangan pada tulisannya diminta melengkapinya.
Selanjutnya, guru memandu siswa untuk memperbaiki pemakaian bahasanya dengan
memanfaatkan tanda-tanda yang diberikan guru pada aspek bahasa. Kesalahan
bahasa yang banyak dilakukan siswa adalah penulisan kata depan dan kata
berimbuhan di-/di serta ke-/ke, yakni kata depan ditulis serangkai,
sedangkan imbuhan ditulis terpisah dengan
kata yang mengikutinya. Untuk memperjelas pemahaman siswa, guru memberikan
rumus “di dan ke yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa memilki makna ning atau ing harus ditulis terpisah”. Tampak-nya siswa terbantu dengan
penjelasan guru sehingga tahap pengeditan berlangsung lancar.Karangan yang
sudah direvisi dan diedit, selanjutnya dikumpulkan pada guru untuk diberi
paraf. Adapun penulisan ulang dilakukan di rumah dan dikumpulkan pada hari berikutnya untuk
dipajang.
Observasi yang dilakukan kepala sekolah dan
dosen menghasilkan fakta-fakta sebagai berikut:
- 20% siswa masih membuat kerangka karangan yang kurang lengkap dan kurang tuntut
- 20% belum dapat membuat pengembangan kerangka menjadi karangan yang utuh dan runtut
- 25% siswa belum dapat memperbaiki isi karangan
- 15% siswa belum dapat memperbaiki pemakaian bahasanya
- 20% siswa belum menampakkan keaktifan dan kesungguhan dalam melakukan fase-fase menulis
- 25% siswa masih mendapat nilai menulis di bawah 65
Berkaitan dengan hasil observasi di
atas, guru, kepala sekolah, dan dosen melakukan refleksi dengan hasil sebagai
berikut ini.
- Siswa belum dapat membuat kerangka karangan yang baik karena bimbingan yang diberikan guru tidak bisa maksimal mengingat jumlah siswa dalam satu kelas yang cukup besar, yaitu 48 orang. Pada pembelajaran menulis berikutnya masalah ini akan diatasi dengan meminta para siswa yang masih kesulitan dalam membuat kerangka karangan yang baik untuk duduk di deretan depan. Cara ini memungkinkan mereka mendapat bimbingan secara invidual lebih banyak.
- Masalah siswa belum bisa membuat pengembangan kerangka menjadi karangan yang utuh dan runtut dapat dikaitkan dengan hambatan yang dialami ketika membuat kerangka karangan. Dengan demikian, penempatan para siswa yang mengalami masalah ini pada tempat duduk di depan sekaligus sebagai upaya mengatasi masalah dalam pengembangan karangan.
- Para siswa belum mampu memperbaiki isi dan bahasa dalam karangan, padahal sudah diberi tanda-tanda yang perlu dibehani karena mereka tidak berupaya memperbaikinya, Ini tampak dari fakta bahwa bagian-bagian karangan yang telah diberi tanda oleh guru tidak diperbaiki siswa. Refleksi lebih lanjut mengenai hal ini mendapati bahwa para siswa beranggapan karangannya sudah jadi atau sudah baik sehingga tidak perlu diperbaiki lagi. Mereka juga menyatakan bahwa biasanya tugas menulis hanya sampai pada taraf itu, tidak ada kegiatan lanjutan. Untuk meluruskan pandangan siswa tersebut guru dan kepala sekolah akan menyampaikan cara menulis yang benar melalui berbagai kesempatan, misalnya melalui majalah dinding dan pengarahan saat upacara.
Mengingat capaian pada siklus III
yang telah sesuai dengan indkator yang dirumuskan, penelitian ini diakhiri.
Namun demikian, karena masih terdapat hambatan dalam pembelajaran menulis
seperti di atas, guru kelas V.1 memutuskan untuk tetap menerapkan tindakan pada
pembelajaran menulis berikutnya.
Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I hingga III di atas dapat dibuat
rekapitulasi sebagai berikut:
No.
|
Indikator
|
Persentase
yang Dicapai
|
||
Siklus
I
|
Siklus
II
|
Siklus
III
|
||
1
|
Siswa mampu membuat
kerangka karangan secara lengkap dan urut pada fase prapenulisan
|
40%
|
70%
|
80%
|
2
|
Siswa mampu mengembangkan kerangka karangan menjadi draf
karangan secara lengkap dan runtut pada fase penulisan
|
50%
|
70%
|
80%
|
3
|
Sswa mampu
memperbaiki isi karangan sesuai tanda-tanda dari guru pada fase revisi
|
50%
|
70%
|
75%
|
4
|
Sswa mampu memperbaiki
bahasa karangan sesuai tanda yang diberikan guru pada fase pengeditan
|
60%
|
75%
|
85%
|
5
|
Siswa aktif dan
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tahap-tahap menulis
|
60%
|
75%
|
80%
|
6
|
Siswa mencapai
ketuntasan belajar (karangannya memperoleh nilai minimal 65)
|
45%
|
70%
|
75%
|
Perbandingan persentase yang dicapai pada siklus I, II, dan III menunjukkan
adanya peningkatan pada keenam indikator.
Peningkatan paling banyak terdapat pada indikator pertama, yaitu jumlah
siswa yang dapat membuat kerangka karangan dengan baik dari 40% pada siklus I
menjadi 70% pada siklus II. Peningkatan yang tinggi juga terjadi pada indikator
keenam, yakni jumlah siswa yang mendapatkan nilai minimal 65, dari 45% pada
siklus I menjadi 70% pada siklus II. Peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada indikator satu, dua, dan tiga
yang masing-masing meningkat 20% dari siklus I ke siklus II. Peningkatan yang kurang
berarti terjadi pada indikator ketiga dan enam, yakni hanya mencapai 5% dari
siklus II ke siklus III. Adapun secara umum dapat dinyatakan bahwa peningkatan
keenam indikator dari siklus I ke II lebih tinggi dibandingkan dari siklus II
ke III. Namun demikian, secara keseluruhan ada peningkatan persentase pada
semua indikator deri satu siklus ke siklus berikutnya.
B.
Pembahasan Hasil Penelitian
Melihat pencapaian indikator-indikator penelitian antarsiklus dapat
dinyatakan bahwa penerapan pendekatan proses 5 fase dapat meningkatkan kualitas
proses maupun hasil menulis para siswa kelas V.1 SD Negeri 15 Surakarta. Dengan
kata lain, aktivitas menulis yang dilakukan siswa melalui tahap prapenulisan,
penulisan, revisi, pengeditan, dan pemajangan menghasilkan karangan yang
kualitasnya baik. Ini menunjukkan aktivitas-aktivitas dalam proses menulis
berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Fenomena tersebut dapat dibenarkan
jika dikaitkan dengan penelitian Baskoff
(dalam Raimes, 1992:52) yang mengidentifikasi bahwa kelemahan-kelemahan yang terdapat
dalam karangan para siswa dapat dikaitkan dengan tahap-tahap yang dilalui
selama aktivitas menulis berlangsung. Temuan tersebut juga sejalan dengan hasil eksperimen Simpson (dalam Shaw,
1991) yang mendapati bahwa pada siswa yang tidak melakukan tahap perancangan
dan perbaikan karangannya (tahap prapenulisan dan revisi), kekacauan penempatan
idenya lebih parah dibandingkan yang melakukannya. Temuan tersebut dapat
dikaitkan dengan berbagai temuan Nunan (1988:89) bahwa guru yang menerapkan
pendekatan tradisional hanya bertujuan
agar hasil karangan siswa bebas dari kesalahan, sedangan guru yang menerapkan
pendekatan proses lebih bertujuan agar siswa dapat menghasilkan karangan
sebaik-baiknya dengan melalui proses memproduksi hingga memperbaiki
Pembelajaran menulis dengan melatih siswa mengerjakannya melalui proses
yang seharusnya, oleh Chan (1986:57)
dinyatakan sebagai salah satu upaya “mengasah kreativitas siswa”. Pernyataan
tersebut dikaitkan dengan hasil penelitian Rea, Pittman, dan Valley terhadap 34
kelas menulis yang mendapati bahwa kelas-kelas yang menerapkan pendekatan
tradisional (berorientasi pada produk) mendorong para siswa untuk mencontoh
tulisan yang ada sehingga hal itu menghambat kreativitas mereka (dalam Chan,
1986:56) Fenomena siswa mencontoh tulisan yang sudah
jadi merupakan hal yang memungkinkan
terjadi karena satu indikasi dari pembelajaran menulis yang berorientasi pada
produk yaitu dilakukan dengan memberi tugas menulis sebagai tugas di rumah
(Nunan, 1988: 16). Ini berarti dalam mengerjakan tugas menulis, para siswa tidak memiliki skemata tentang cara-cara yang
harus dilakuinya untuk menghasilkan tulisan final (Shaw, 1991:225). Karena
siswa tidak memiliki pengalaman yang “seru” ketika melakukan aktivitas menulis,
sebagai konsekuensinya mereka memiliki
sikap kurang positif terhadap tugas itu (Flower dan Hayes,1981: 271).
Konsekuensi lanjutannya adalah setiap ada tugas menulis, siswa tidak
termotivasi mengerjakannya sehingga hasil karangannya banyak yang mengecewakan
(Shaw, 1991:229).
Dari tabel 2 dapat
dinyatakan bahwa pencapaian semua
indikator pada siklus I masih rendah.
Ini dapat dipahami mengingat pendekatan proses 5 fase baru kali pertama
diterapkan. Hal tersebut juga terjadi pada kelas yang diteliti Chan (1986: 25)
dan menurutnya yang menjadi penyebab adalah belum terbiasa atau terlatihnya
siswa melalui tahap-tahap yang ada namun “kegagapan” tersebut akan hilang kala
mereka telah “menikmati” hasilnya.
Pernyataan itu sejalan dengan hasil penelitian ini, yakni adanya
peningkatan yang tinggi pada persentase
siswa yang mendapatkan nilai 65 atau lebih yaitu dari 45% pada siklus I menjadi
70% pada siklus II. Berkaitan dengan hal tersebut, para siswa menyatakan bahwa
pemajangan karangannya menjadikan mereka
berusaha membuat karangan selanjutnya yang lebih baik karena karangannya
akan dibaca banyak orang, bukan hanya gurunya. Ini menunjukkan adanya tahap publikasi telah memotivasi siswa
untuk mengarang sebaik-baiknya. Fenomena tersebut sesuai dengan hasil
penelitian Kounin (dalam Borich, 1996: 271) yang menemukan bahwa kunci untuk
mencegah pembelajar dari kebosanan dan kepasifan adalah mendesain kegiatan
belajar yang memungkinkan mereka benar-benar melihat adanya penghargaan
terhadap yang telah dilakukannya. Adapun menurut Tompkins (1995:106) pemajangan
karangan siswa pada dasarnya sebagai upaya memberi penghargaan kepada siswa
terhadap keryanya dan itu juga merupakan reinforcement
positif.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pemberian tanda-tanda senagai feedback pada draf karangan siswa sangat
membantu siswa dalam kegiatan memperbaiki karangannya. Menurut Choudron feedback
merupakan hal penting yang pasti terjadi di dalam interaksi pembelajaran yang
baik (1988, 133). Menurutnya apapun yang dilakukan oleh pengajar, pembelajar
mendapatkan masukan. Dari pandangan seorang pengajar bahasa, adanya umpan balik
merupakan alat utama yang bisa memberitahukan kepada pembelajar mengenai
ketepatan dalam menggunakan bahasa. Penggunaan umpan balik dalam rangka koreksi
kesalahan berbahasa merupakan sumber pengembangan berbahasa yang sangat
potensial. Bahkan oleh Allwright (1975: 98) dikatakan bahwa feedback mempunyai 3 fungsi, yakni
sebagai pemberi reinforcement
‘penguatan”, information ‘informasi’,
dan motivation ‘motivasi’. Feedback dapat memberikan pertimbangan
pada pembelajar untuk mengulangi pemakaian pola-pola bahasa yang benar.
Informasi yang ada pada feedback
dapat digunakan oleh pembelajar untuk membenarkan atau tidak membenarkan
dugaan-dugaan yang telah muncul dalam pikirannya terhadap suatu bentuk
pemakaian bahasa. Adapun sebagai pemberi motivasi, feedback dapat mempengaruhi pembelajar untuk mencoba memperbaiki
kesalahan bahasa yang terjadi. Ini disebabkan tidak adanya feedback akan timbul kecemasan akan gagal..
Dalam kegiatan
koreksi kesalahan bahasa semua yang dilakukan guru dapat berfungsi sebagai feedback,
seperti pengajar melakukan pengulangan pada ujaran yang salah (repetition), melakukan konfirmasi,
melakukan klarifikasi, melakukan interupsi, memberikan contoh, memberi tanda
cek atau tanda lainnya (clues), atau
menerangkan (Walz, 1982:4). Pemilihan bentuk feedack harus disesuaikan dengan tingkat penguasaan kaidah oleh
pembelajar, kemajuan belajar yang telah dicapai, dan tujuan pembelajaran.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Day (dalam Chaudron, 1984:2) membedakan
teknik pemberian feedback dalam
kegiatan koreksi kesalahan menjadi 3, yaitu kegiatan koreksi tanpa feedback, dengan feedback secara langsung, dan dengan feedback secara tak langsung.
BAB V
SIMPULAN DAN
SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan
deskripsi pada hasil yang dicapai penelitian tindakan kelas ini, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a.
Penerapan pendekatan proses 5 fase (prapenulisan,
penulisan, revisi, pengeditan, dan publikasi) dapat meningkatkan keaktifan dan
kesungguhan siswa kelas V.1 SD Negeri 15 Surakarta dalam melakukan aktivitas
menulis. Ini ditunjukkan dari meningkatnya persentase jumlah siswa yang
memenuhi kriteria pada indikator tersebut, baik dari siklus I ke siklus II,
maupun dari siklus II ke III. Peningkatan kualitas kerangka karangan, draf
karangan, hasil revisi, serta hasil pengeditan juga mengindikasikan adanya
peningkatan kualitas proses pembelajaran.
b.
Penerapan pendekatan proses 5 fase dapat meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran menulis. Ini ditunjukkan dari adanya peningkatan
persentase jumlah siswa yang mendapatkan nilai
minimal 65. Bahkan dari data nilai dapat dinyatakan bahwa sejak siklus
I capaian nilai menulis para siswa kelas
V.1 lebih tinggi dibandingkah nilai menulis sebelumnya. Adapun rentangan nilai
pada siklus I adalah 40 - 70, pada siklus II 60 - 80, dan pada siklus III 60 -
90.
c.
Penerapan pendekatan proses 5 fase yang dapat
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran adalah melalui prosedur
sebagai berikut: (1) tahap prapenulisan dan penulisan dengan memberi contoh dan
bimbingan intensif, (2) tahap revisi dan pengeditan dilakukan dengan memberikan
tanda-tanda pada bagian yang perlu diperbaiki dalam karangan siswa sehingga
mereka dapat memanfaatkan tanda tersebut untuk menemukan letak kekurangan atau
kesalahan, dan (3) tahap publikasi dilakukan dengan memajang semua karangan
siswa pada papan di depan kelas sehingga para siswa mengetahui orang-orang yang
membaca karangannya.
B. Saran-saran
Berkaitan
dengan hasil yang dicapai penelitian tindakan kelas ini, peneliti mengajukan
saran-saran sebagai berikut ini.
1.
Hendaknya para guru SD tidak lagi menerapkan pendekatan
menulis yang tradisional, yaitu memberi tugas menulis langsung jadi, atau
pendekatan berorientasi pada produk karena hasil yang dicapai akan
mengecewakan. Akan tetapi, pendekatan yang perlu dipotimalkan penerapannya
adalah pendekatan proses, terutama pendekatan proses 5 fase
2.
Hendaknya sekolah memberi perhatian pada ketersediaan
tempat untuk memajang karangan para siswa meskipun dalam bentuk yang sederhana,
misalnya triplek yang disandarkan pada dinding sehingga penerapan pendekatan
proses 5 fase tidak mengalami kendala pada tahap publikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, dkk. (1995). Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta; Erlangga.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai Contoh Laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semoga bermanfaat.