Contoh Naskah Khutbah Jum'at dan Tata Cara Pelaksanaan Khutbah Jum'at
Table of Contents
Hari
Jumat adalah hari yang mulia bagi umat islam, didalamnya kita disyariatkan
untuk melaksanakan sholat yang kita sebut dengan sholat jumat yang disertai
dengan khutbah.
Sebelum
kita membahas tentang cara pelaksanaan khutbah jum'at, alangkah lebih baiknya
kita akan membahas ibadah Shalat jumat itu sendiri. sehingga kita mengetahui
apa yang seharusnya kita kerjakan setelah sampai di masjid, dihari jumat siang.
Dan tata cara pelaksanaan Shalat Jum’at, yaitu :
1 Khatib naik ke atas
mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian
memberi salam dan duduk.
2
Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.
3 Khutbah
pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai
dengan hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada
Rasulullah SAW. Kemudian memberikan nasehat kepada para jama’ah, mengingatkan
mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT
dan RasulNya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti
mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji
kebaikan serta ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta’ala. Kemudian duduk
sebentar.
4 Khutbah kedua: Khatib
memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepadaNya. Kemudian
melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama
sampai selesai
5 Khatib kemudian turun dari
mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat untuk
melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama’ah dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan.
Rukun khutbah Jumat
1) Rukun
Pertama: Hamdalah
Khutbah
jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah SWT.
Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah, atau ahmadullah.
Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama
atau khutbah kedua.
Contoh
bacaan:
إِنّ
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا و مِنْ َسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ
فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
2)
Rukun Kedua: Shalawat kepada Nabi SAW
Shalawat
kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata
shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu ‘ala Muhammad, atau
ana mushallai ala Muhammad.
Contoh
bacaan:
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى
آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
3)
Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa
Yang
dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk
bertakwa atau takut kepada Allah SWT. Misalnya dalam bentuk kalimat: “takutlah
kalian kepada Allah”. Atau kalimat: “marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba
yang taat”.
Contoh
bacaan:
يَاأَيّهَا
الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah
Jumat.
4) Rukun
Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya
Minimal
satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan sekedar
potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai
pembacaan Al-Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: “tsumma nazhar”.
Tentang
tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau
larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan
lainnya.
Contoh
bacaan:
فَاسْتبَقُِوا
اْلخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونوُا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيعًا إِنَّ اللهَ
عَلىَ كُلِّ شَئٍ قَدِيرٌ
أَمّا
بَعْد
Selanjutnya
berwasiat untuk diri sendiri dan jamaah agar selalu dan meningkatkan taqwa
kepada Allah SWT, lalu mulai berkhutbah sesuai topiknya. Memanggil jamaah bisa
dengan panggilan ayyuhal muslimun, atau ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
atau “sidang jum’at yang dirahmati Allah”.
……. Isi Khutbah Pertama ………
Setelah
di itu menutup khutbah pertama dengan do’a untuk seluruh kaum muslimin dan
muslimat.
Contoh
bacaan:
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ
ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Lalu
duduk sebentar untuk memberi kesempatan jamaah jum’at untuk beristighfar dan
membaca shalawat secara perlahan. Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk
memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan diawali dengan bacaaan hamdallah dan
diikuti dengan shalawat.
Contoh
bacaan:
إِنّ
الْحَمْدَ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ
وَلِيُّ الصَّالِحِينَ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا خَاتَمُ الأَنْْْبِيَاءِ
وَالْمُرْسَلِينَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ., أَمَّابعد,
Selanjutnya
di isi dengan khutbah baik berupa ringkasan, maupun hal-hal terkait dengan
tema/isi khutbah pada khutbah pertama yang berupa washiyat taqwa.
……. Isi Khutbah Kedua ………
5)
Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua
Pada
bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta
kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil
muslimin wal muslimat . Atau kalimat Allahumma ajirna minannar .
Contoh
bacaan do’a penutup:
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا
لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا
وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا
ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النّارِ. والحمد لله رب العالمين.
عِبَادَ الله, إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ
الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ
يَذْكُرُكُمْ وَ اشْكُرُوا عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
Selanjutnya
khatib turun dari mimbar yang langsung diikuti dengan iqamat untuk memulai
shalat jum’at. Shalat jum’at dapat dilakukan dengan membaca surat al a’laa dan
al ghasyiyyah, atau surat bisa juga surat al jum’ah, al kahfi atau yang
lainnya.
Hal-hal
yang patut diketahui dalam Khutbah Jumat
Khutbah yang disyari’atkan adalah
khutbah yang biasa dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di
dalamnya mengandung targhib (motivasi) juga tarhib (peringatan) bagi manusia.
Nasihat yang ada di dalam khutbah adalah materi yang disampaikan di dalam
khutbah itu sendiri, maka jika seorang khatib melakukannya, berarti dia telah
menunaikan perbuatan yang masyru’ (disyari’atkan), hanya saja jika dia
melengkapinya dengan memuji kepada Allah, membaca shalawat kepada Rasul-Nya,
dan dengan membaca ayat-ayat al-Qur-an, maka sesungguhnya ia telah melakukan
yang lebih sempurna.
Dan ruh khutbah adalah nasihat itu
sendiri, baik diambil dari al-Qur-an, hadits atau yang lainnya. Dan demikianlah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengawali khutbahnya dengan memuji
kepada Allah, membaca shalawat, dengan membaca dua kalimat syahadat, membaca
satu surat lengkap. Semua itu ditujukan untuk memberikan nasihat dengan
al-Qur-an dan menyampaikan peringatan (larangan) semungkinnya dengan tidak
memfokuskan kepada satu surat saja.
Diriwayatkan
dari Jabir bin 'Abdillah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلاَ صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّـى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَـابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“Jika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, maka kedua matanya
memerah, suaranya keras (meninggi), kemarahan beliau memuncak sehingga ia
bagaikan seorang komandan pasukan yang berkata, ‘Musuh kalian akan datang pada
waktu pagi dan sore,’ kemudian beliau berkata, ‘Amma ba’du: Sesungguhnya
sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek urusan adalah yang
diada-adakan dan setiap perbuatan bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim)
Berikut
Contoh Khutbah Jum'at :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ
بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ
لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ
بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ
مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah;
Marilah
kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah karena nikmat-nikmat-Nya
yang telah tercurahkan kepada kita semua sehingga kesehatan jasmani dan rohani
masih menghiasi kita. Semoga rasa syukur yang kita panjatkan ini, menjadi kunci
lebih terbukanya pintu-pintu karunia-Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Q.S: IBRAHIM: 7)
Kami
peringatkan juga para jamaah dan diri ini agar senantiasa menjaga ketaqwaan,
yakni dengan mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang
oleh Allah Swt, tentunya denga cara menauladani Rasulullah SAW.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah;
Melatar
belakangi khutbah kita kali ini yakni hadits Nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal RA. Yang berbunyi:
العِلْمُ
إِمَامُ
العَمَلِ
وَالعَمَلُ
تَابِعُهُ
“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.”
Bukti bahwa ilmu lebih didahulukan daripada
amalan
Ulama hadits terkemuka, yakni Al
Bukhari berkata, “Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali (Ilmu Sebelum Berkata
dan Berbuat)” Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman
Allah ta’ala,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ
لِذَنْبِكَ
Maka ketahuilah! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad [47]: 19)
Dalam
ayat ini, Allah memulai dengan “ketahuilah” lalu mengatakan ”mohonlah ampun”.
Ketahuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih
dahulu, sebab untuk mengetahui harus dengan ilmu. Sedangkan “mohonlah ampun”
adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal
perbuatan.
Sufyan
bin ‘Uyainah rahimahullah berdalil dengan ayat ini untuk
menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim
dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan dari jalur Ar Robi’ bin
Nafi’ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan, “Tidakkah engkau
mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan “ketahulah maksudnya
ilmuilah”, kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (dalam Fathul Bari,
Ibnu Hajar, hal.108)
Al
Muhallab rahimahullah dalam Syarh Al Bukhari libni Baththol, hal. 144
mengatakan: “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu
didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin
mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah
amalan (karena tidak didahului dengan ilmu).
Ibnul
Munir rahimahullah dalam Fathul Bari hal 108, berkata: “Yang
dimaksudkan oleh Al Bukhari bahwa ilmu adalah syarat benarnya suatu perkataan
dan perbuatan. Suatu perkataan dan perbuatan itu tidak teranggap kecuali dengan
ilmu terlebih dahulu. Oleh sebab itulah, ilmu didahulukan dari ucapan dan
perbuatan, karena ilmu itu pelurus niat. Niat nantinya yang akan memperbaiki
amalan.”
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah;
Keutamaan ilmu syar’i yang luar
biasa
Setelah
kita mengetahui hal di atas, hendaklah setiap orang lebih memusatkan
perhatiannya untuk berilmu terlebih dahulu daripada beramal. Semoga dengan
mengetahui faedah atau keutamaan ilmu syar’i berikut akan membuat kita lebih
termotivasi dalam hal ini.
Pertama,
Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu di akhirat dan di dunia
Di
akhirat, Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu beberapa derajat
berbanding lurus dengan amal dan dakwah yang
mereka lakukan. Sedangkan di dunia, Allah meninggikan orang yang berilmu dari
hamba-hamba yang lain sesuai dengan ilmu dan amalan yang dia lakukan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al Mujadalah: 11)
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah;
Kedua, seorang yang berilmu adalah cahaya yang
banyak dimanfaatkan manusia untuk urusan agama dan dunia meraka.
Dalilnya, satu hadits yang sangat terkenal bagi kita, kisah seorang
laki-laki dari Bani Israil yang membunuh 99 nyawa. Kemudian dia ingin bertaubat
dan dia bertanya siapakah di antara penduduk bumi yang paling berilmu, maka
ditunjukkan kepadanya seorang ahli ibadah. Kemudian dia bertanya kepada si ahli
ibadah, apakah ada taubat untuknya. Ahli ibadah menganggap bahwa dosanya sudah
sangat besar sehingga dia mengatakan bahwa tidak ada pintu taubat bagi si
pembunuh 99 nyawa. Maka dibunuhlah ahli ibadah sehigga genap 100 orang yang
telah dibunuh oleh laki-laki dari Bani Israil tersebut.
Akhirnya dia masih ingin bertaubat lagi, kemudian dia bertanya
siapakah orang yang paling berilmu, lalu ditunjukkan kepada seorang ulama. Dia
bertanya kepada ulama tersebut, “Apakah masih ada pintu taubat untukku.” Maka
ulama tersebut mengatakan bahwa masih ada pintu taubat untuknya dan tidak ada
satupun yang menghalangi dirinya untuk bertaubat. Kemudian ulama tersebut
menunjukkan kepadanya agar berpindah ke sebuah negeri yang penduduknya
merupakan orang shaleh, karena kampungnya merupakan kampung yang dia tinggal
sekarang adalah kampung yang penuh kerusakan. Oleh karena itu, dia pun keluar
meninggalkan kampung halamannya. Di tengah jalan sebelum sampai ke negeri yang
dituju, dia sudah dijemput kematian. (HR. Bukhari dan Muslim). Kisah ini
merupakan kisah yang sangat masyhur. Lihatlah perbedaan ahli ibadah dan ahli
ilmu.
Ketiga, ilmu adalah warisan para Nabi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ
دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ
وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR. Tirmidzi, Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Keempat, orang yang berilmu yang akan mendapatkan seluruh kebaikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ
يُرِدِ
اللَّهُ
بِهِ
خَيْرًا
يُفَقِّهْهُ
فِى
الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan,
maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Setiap orang yang
Allah menghendaki kebaikan padanya pasti akan diberi kepahaman dalam masalah
agama. Sedangkan orang yang tidak diberikan kepahaman dalam agama, tentu Allah
tidak menginginkan kebaikan dan bagusnya agama pada dirinya.”
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah;
Ilmu yang wajib dipelajari lebih dahulu
Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia adalah ilmu yang
menuntut untuk diamalkan saat itu, adapun ketika amalan tersebut belum
tertuntut untuk diamalkan maka belum wajib untuk dipelajari. Jadi ilmu mengenai
tauhid, mengenai 2 kalimat syahadat, mengenai keimanan adalah ilmu yang wajib
dipelajari ketika seseorang menjadi muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang
harus diketahui.
Kemudian ilmu mengenai shalat, hal-hal yang berkaitan dengan
shalat, seperti bersuci dan lainnya, merupakan ilmu berikutnya yang harus
dipelajari. Kemudian ilmu tentang hal-hal yang halal dan haram, ilmu tentang mualamalah
dan seterusnya.
Contohnya seseorang yang saat ini belum mampu berhaji, maka ilmu
tentang haji belum wajib untuk ia pelajari saat ini. Akan tetapi ketika ia
telah mampu berhaji, ia wajib mengetahui ilmu tentang haji dan segala sesuatu
yang berkaitan dengan haji. Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan,
adalah hal pertama yang harus dipelajari karena setiap amalan yang ia lakukan
tentunya berkaitan dengan niat. Kalau niatnya dalam melakukan ibadah karena
Allah maka itulah amalan yang benar. Adapun kalau niatnya karena selain Allah
maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika dilatarbelakangi dengan aqidah
dan tauhid yang benar.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah;
Marilah kita awali setiap keyakinan dan amalan dengan ilmu agar
luruslah niat kita dan tidak terjerumus dalam ibadah yang tidak ada tuntunan.
Ingatlah bahwa suatu amalan yang dibangun tanpa dasar ilmu malah akan
mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dalam kitab Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15 mengatakan:
من عبد الله
بغير
علم
كان
ما
يفسد
أكثر
مما
يصلح
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”
Hal ini sebagaimana terjadi pada kaum Quraiys ketika menjawab
seruan Nabi Muhammad SAW untuk menyembah Allah Swt, akan tetapi dengan
pengetahuan mereka membantah seruan Nabi Muhammad SAW. Dengan mengatakan
bukankah Agama yang kami sembah selama ini adalah agama nenek moyang kita
(menyembah Lata dan Uza)”. Ini merupakan suatu contoh beramal tanpa berilmu
yang benar.
Di samping itu pula, setiap ilmu hendaklah diamalkan agar tidak
serupa dengan orang Yahudi. Sufyan bin ‘Uyainah –rahimahullah dalam Majmu’
Alfatawa hal. 567 mengatakan:
مَنْ فَسَدَ مِنْ
عُلَمَائِنَا
كَانَ
فِيهِ
شَبَهٌ
مِنْ
الْيَهُودِ
وَمَنْ
فَسَدَ
مِنْ
عِبَادِنَا
كَانَ
فِيهِ
شَبَهٌ
مِنْ
النَّصَارَى
“Orang berilmu yang rusak (karena tidak mengamalkan apa yang dia ilmui) memiliki keserupaan dengan orang Yahudi. Sedangkan ahli ibadah yang rusak (karena beribadah tanpa dasar ilmu) memiliki keserupaan dengan orang Nashrani.” (Majmu’ Al Fatawa, 16/567)
Semoga Allah
senantiasa memberi kita bertaufik agar setiap amalan kita menjadi benar karena
telah diawali dengan ilmu terdahulu. Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat, amal
yang sholeh yang diterima, dan rizki yang thoyib. Amin yarobbal alamin...
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Demikianlah yang saya bagikan mengenai contoh khutbah jumat dan cara pelaksanaannya semoga bermanfaat.