Makalah Konstitusi Negara
Table of Contents
Kali ini admin postingkan makalah konstitusi negara silahkan simak di bawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang masalah
Konstitusi merupakan hukum-hukum atau
aturan-aturan dasar yang harus kita pahami Dasar Negara menjadi sumber bagi
pembentukan konstitusi. Dasar Negara menempati kedudukan sebagai norma hukum
tertinggi suatu Negara. Sebagai norma tertinggi, dasar Negara menjadi sumber
bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Konstitusi adalah salah satu
norma hukum dibawah dasar Negara. Dalam arti yang luas : konstitusi adalah
hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang
menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara. Dalam arti tengah :
konstitusi adalah hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis
Dalam arti sempit : konstitusi adalah
Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan
yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar
Negara.norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan dengan
norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung
dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum dar Negara. Jadi kaitan
antara dasar Negara dengan konstitusi adalah dasar Negara menjadi sumber bagi
penyusunan konstitusi. Konstitusi sebagai norma hukum dibawah dasar Negara haru
bersumber dan berdasar pada dasar Negara.
1.2 Rumusan
Masalah
- Apakah pengertian dari konstitusi?
- Bagaimanakah sejarah dan perubahan konstitusi di sebagian negara?
- Apakah tujuan konstitusi?
- Apakah isi konstitusi?
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui definisi konstitusi.
- Untuk mengetahui sejarah dan perubahan konstitusi di sebagian negara.
- Untuk mengetahui tujuan dari konstitusi.
- Untuk mengetahui isi dan esensi dari konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi konstitusi
Pengertian konstitusi dan Undang-Undang
Dasar.
Aturan
tata tertib hidup bernergara yang menjadi dasar segala tindakan dalam kehidupan
negara sering disebut sebagai hukum dasar atau konstitusi.
Konstitusi
sering disebut sebagai Undang-Undang Dasar, meskipun arti konstitusi itu
sendiri adalah hukum dasar yang tertulis dan tidak tertulis. Undang-Undang
Dasar tergolong hukum dasar yang tertulis, sedangkan hukum dasar yang tidak
tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak
tertulis ini sering disebut konvensi. Dikatakan konvensi karena mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:
- Merupakan kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
- Tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar.
- Diterima oleh seluruh rakyat.
- Bersifat pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
- Secara etimologi kata Konstitusi berasal dari bahasa Perancis, constituir sama dengan Membentuk = pembentukan suatu Negara/menyusun dan menyatakan sebuah Negara. Konstitusi juga bisa berarti peraturan dasar (awal) mengenai pembentukan Negara. Bahasa belanda konstitusi = Groungwet = undang – undang dasar (ground = Dasar, wet = undang-undang. Di Jerman kata konstitusi dikenal dengan istilah Grundgeset, yang berarti Undang-undang dasar (grund = dasar, gesetz = undang-undang.
- Secara terminologi konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk unsur mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antara Negara dan Masyarakat (rakyat) dalam kontek kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Namun apabila konstitusi dipandang sebagai fundamental laws atau lembaran hukum dasar bagi segala kehidupan masyarakat di suatu negara, maka jelaslah konstitusi menjadi bagian kajian ilmu hukum. Kemudian apabila konstitusi dipandang sebagai peratutran dasar paling awal bagi pembentukan atau pendirian sebuah Negara, maka konstitusi merupakan bagian dari kajian ilmu Negara. Sementara apabila konstitusi dipandang sebagai lembaran konsesus politik segenap masyarakat sebuah Negara-bangsa, maka jelaslah konstitusi merupakan bagian dari kajian ilmu politik.
2.2 Sejarah konstitusi
Sebagai Negara yang berdasarkan hukum,
tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan undang-undang
dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia
mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya diterima sebagai
landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar
1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik
usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dalam bahasa jepang
dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang beranggotakan 21 orang, diketuai
Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota
yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan
masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. Badan tersebut
(BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor 23 bersamaan dengan
ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945 (Malian, 2001:59)
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus
yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal
dengan nama Undang-Undang Dasar 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah
antara lain Dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo
Kartohamidjojo, Prop. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir (Sumatra), Mr. Abdul Abbas (Sumatra), Dr. Ratulangi, Andi
Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH.
Hamidan (Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid hasyim dan Mr. Mohammad Hasan
(Sumatra).
Latar belakang terbentuknya konstitusi
(UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari
dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon sudah mulai
berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah hindia belanda.
Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat,
laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku
memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing bangsa
Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan
kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur
Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin
lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang
dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah
menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan leluasa
untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan
akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan
segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah Negara
yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar
kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan
sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai
berikut:
- Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
- Menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
- Memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden.
- Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi komite Nasional.
- Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
- Rakyat, yaitu bangsa Indonesia.
- Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga ke merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil.
- Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia.
- Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara
Tujuan Negara yaitu mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bentuk Negara yaitu Negara
kesatuan.
2.3 Perkembangan dan perubahan konstitusi di
Indonesia
Konstitusi sebagai hukum dasar yang
dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara dapat berupa konstitusi
tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Dalam hal konstitusi terstulis, hampir
semua negara di dunia memilikinya yang lajim disebut undang-undang dasar (UUD)
yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja
berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia. Negara yang
dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah
Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Adanya negara yang dikenal sebagai negara
konstitusional tetapi tidak memiliki konstitusi tertulis, nilai-nilai, dan
norma-norma yang hidup dalam praktek
penyelenggaraan negara juga diakui sebagai hukum dasar, dan tercakup
pula dalam pengertian konstitusi dalam arti yang luas. Karena itu, Undang-Undang
Dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan norma hukum dasar
tidak tertulis yang hidup sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktek
penyelenggaraan negara sehari-hari, termasuk ke dalam pengertian konstitusi
atau hukum dasar (droit constitusionnel) suatu Negara.
Dalam perkembangan sejarah kehidupan
berbangsa dan bernegara, konstitusi menempati posisi yang sangat penting.
Pengertian dan materi muatan konstitusi senantiasa berkembang seiring dengan
perkembangan peradaban manusia dan organisasi kenegaraan. Kajian tentang
konstitusi semakin penting dalam negara-negara modern saat ini yang pada
umumnya menyatakan diri sebagai negara konstitusional, baik demokrasi
konstitusional maupun monarki konstitusional. Dengan meneliti dan mengkaji
konstitusi, dapat diketahui prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama dan
penyelenggaraan negara serta struktur organisasi suatu negara tertentu. Bahkan
nilai-nilai konstitusi dapat dikatakan mewakili tingkat peradaban suatu bangsa.
Suatu konstitusi tertulis, sebagaimana
halnya Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), nilai-nilai dan norma dasar yang
hidup dalam masyarakat serta praktek penyelenggaraan negara turut mempengaruhi
perumusan suatu norma ke dalam naskah Undang-Undang Dasar. Karena itu, suasana
kebatinan (geistichenhentergrund) yang menjadi latar belakang filosofis,
sosiologis, politis, dan historis perumusan juridis suatu ketentuan
Undang-Undang Dasar perlu dipahami dengan seksama, untuk dapat mengerti dengan
sebaik-baiknya ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar.
Undang-Undang Dasar tidak dapat dipahami
hanya melalui teksnya saja. Untuk sungguh-sungguh mengerti, kita harus memahami
konteks filosois, sosio-historis sosio-politis, sosio-juridis, dan bahkan
sosio-ekonomis yang mempengaruhi perumusannya. Di samping itu, setiap kurun
waktu dalam sejarah memberikan pula kondisi-kondisi kehidupan yang membentuk
dan mempengaruhi kerangka pemikiran (frame of reference) dan medan pengalaman
(ield of experience) dengan muatan kepentingan yang berbeda, sehingga proses
pemahaman terhadap suatu ketentuan Undang-Undang Dasar dapat terus berkembang
dalam praktek di kemudian hari. Karena itu, penafsiran terhadap Undang-Undang
Dasar pada masa lalu, masa kini, dan pada masa yang akan datang, memerlukan
rujukan standar yang dapat dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya,
sehingga Undang-Undang Dasar tidak menjadi alat kekuasaan yang ditentukan
secara sepihak oleh pihak manapun juga. Untuk itulah, menyertai penyusunan dan
perumusan naskah Undang-Undang Dasar, diperlukan pula adanya Pokok-Pokok
pemikiran konseptual yang mendasari setiap perumusan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar serta keterkaitannya secara langsung atau tidak langsung terhadap
semangat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Pembukaan Undang-Undang
Dasar.
Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu
tuntutan yang paling mendasar dari gerakan reformasi yang berujung pada
runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat tidak lagi melihat faktor penyebab otoritarian Orde Baru hanya pada
manusia sebagai pelakunya, tetapi karena kelemahan sistem hukum dan
ketatanegaraan. Kelemahan dan ketidaksempurnaan konstitusi sebagai hasil karya
manusia adalah suatu hal yang pasti. Kelemahan dan ketidaksempurnaan UUD 1945
bahkan telah dinyatakan oleh Soekarno pada rapat pertama PPKI tanggal 18
Agustus 1945 .
Gagasan perubahan UUD 1945 menemukan
momentumnya di era reformasi. Pada awal masa reformasi, Presiden membentuk Tim
Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani yang didalamnya terdapat Kelompok
Reformasi Hukum dan Perundang-Undangan. Kelompok tersebut menghasilkan
pokok-pokok usulan amandemen UUD 1945 yang perlu dilakukan mengingat
kelemahan-kelemahan dan kekosongan dalam UUD 1945. Gagasan perubahan UUD 1945 menjadi
kenyataan dengan dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Pada Sidang Tahunan MPR 1999, seluruh fraksi di MPR membuat
kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945 yaitu:
- Sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945.
- Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;.
- Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensiil (dalam pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensiil);
- Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan UUD 1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945; dan
- Sepakat untuk menempuh cara adendum dalam melakukan amandemen terhadap UUD 1945
Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan
secara bertahap dan menjadi salah satu agenda Sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan keempat pada
Sidang Tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya Komisi
Konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang
perubahan UUD 1945 berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan
Komisi Konstitusi.
Perubahan Pertama pada tahun 1999,
Perubahan Kedua pada tahun 2000, Perubahan Ketiga pada tahun 2001, dan
Perubahan Keempat pada tahun 2002. Dalam empat kali perubahan itu, materi UUD
1945 yang asli telah mengalami perubahan besar-besaran dan dengan perubahan
materi yang dapat dikatakan sangat mendasar. Secara substantif, perubahan yang
telah terjadi atas UUD 1945 telah menjadikan konstitusi proklamasi itu menjadi
konstitusi yang baru sama sekali, meskipun tetap dinamakan sebagai
Undang-Undang Dasar 1945.
Perubahan Pertama UUD 1945 disahkan
dalam Sidang Umum MPR-RI yang diselenggarakan antara tanggal 12 sampai dengan
tanggal 19 Oktober 1999. Pengesahan naskah Perubahan Pertama itu tepatnya
dilakukan pada tanggal 19 Oktober 1999 yang dapat disebut sebagai tonggak
sejarah yang berhasil mematahkan semangat konservatisme dan romantisme di
sebagian kalangan masyarakat yang cenderung menyakralkan atau menjadikan UUD
1945 bagaikan sesuatu yang suci dan tidak boleh disentuh oleh ide perubahan
sama sekali. Perubahan Pertama ini mencakup perubahan atas 9 pasal UUD 1945,
yaitu atas Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 13
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1) sampai dengan ayat (4), dan Pasal 21.
Kesembilan pasal yang mengalami perubahan atau penambahan tersebut seluruhnya
berisi 16 ayat atau dapat disebut ekuivalen dengan 16 butir ketentuan dasar.
Gelombang perubahan atas naskah UUD 1945
terus berlanjut, sehingga dalam Sidang Tahunan pada tahun 2000, MPR-RI sekali
lagi menetapkan Perubahan Kedua yaitu pada tanggal 18 Agustus 2000. Cakupan
materi yang diubah pada naskah Perubahan Kedua ini lebih luas dan lebih banyak
lagi, yaitu mencakup 27 pasal yang tersebar dalam 7 bab, yaitu Bab VI tentang
Pemerintah Daerah, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Bab IXA tentang
Wilayah Negara, Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk, Bab XA tentang Hak
Asasi Manusia, Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, dan Bab XV
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Jika ke-27
pasal tersebut dirinci jumlah ayat atau butir ketentuan yang diaturnya, maka
isinya mencakup 59 butir ketentuan yang mengalami perubahan atau bertambah
dengan rumusan ketentuan baru sama sekali.
Setelah itu, agenda perubahan
dilanjutkan lagi dalam Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2001 yang berhasil
menetapkan naskah Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tanggal 9 November 2001.
Bab-bab UUD 1945 yang mengalami perubahan dalam naskah Perubahan Ketiga ini
adalah Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan, Bab II tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab V
tentang Kementerian Negara, Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah, Bab VIIB
tentang Pemilihan Umum, dan Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Seluruhnya terdiri atas 7 bab, 23 pasal, dan 68 butir ketentuan atau ayat. Dari
segi jumlahnya dapat dikatakan naskah Perubahan Ketiga ini memang paling luas
cakupan materinya. Tapi di samping itu, substansi yang diaturnya juga sebagian
besar sangat mendasar. Materi yang tergolong sukar mendapat kesepakatan
cenderung ditunda pembahasannya dalam sidang-sidang terdahulu. Karena itu,
selain secara kuantitatif materi Perubahan Ketiga ini lebih banyak muatannya,
juga dari segi isinya, secara kualitatif materi Perubahan Ketiga ini dapat
dikatakan Sangay mendasar pula.
Perubahan yang terakhir dalam rangkaian
gelombang reformasi nasional sejak tahun 1998 sampai tahun 2002, adalah
perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Tahunan MPR-RI tahun 2002. Pengesahan
naskah Perubahan Keempat ditetapkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Dalam naskah
Perubahan Keempat ini, ditetapkan bahwa (a) Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua,
ketiga, dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta
dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan
Rakyat; (b) Penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan kalimat “Perubahan tersebut
diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan”; (c)
pengubahan penomoran Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat
(2) dan (3); Pasal 25E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 25A; (d) penghapusan judul Bab IV tentang
Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan substansi Pasal 16 serta penempatannya
ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan negara; (e) pengubahan dan/atau
penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3), Pasal 11 ayat
(1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 ayat
(1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat
(2); Bab XIV, Pasal 33 ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat
(3) dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan Tambahan Pasal I dan II
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara keseluruhan naskah Perubahan
Keempat UUD 1945 mencakup 19 pasal, termasuk satu pasal yang dihapus dari
naskah UUD. Ke-19 pasal tersebut terdiri
atas 31 butir ketentuan yang mengalami perubahan, ditambah 1 butir yang
dihapuskan dari naskah UUD. Paradigma pemikiran atau pokok-pokok pikiran yang
terkandungdalam rumusan pasal-pasal UUD 1945 setelah mengalami empat kali
perubahan itu benar-benar berbeda dari pokok pikiran yang terkandung dalam
naskah asli ketika UUD 1945 pertama kali disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Bahkan dalam Pasal II Aturan Tambahan Perubahan Keempat UUD 1945 ditegaskan,
“Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal”.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sejak tanggal 10 Agustus 2002, status
Penjelasan UUD 1945 yang selama ini dijadikan lampiran tak terpisahkan dari
naskah UUD 1945, tidak lagi diakui sebagai bagian dari naskah UUD. Jikapun isi
Penjelasan itu dibandingkan dengan isi UUD 1945 setelah empat kali berubah,
jelas satu sama lain sudah tidak lagi bersesuaian, karena pokok pikiran yang
terkandung di dalam keempat naskah perubahan itu sama sekali berbeda dari apa
yang tercantum dalam Penjelasan UUD 1945 tersebut.
2.4 Tujuan pembentutkan konstitusi
Di
dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusionil,
undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih
terlindung. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme.
Cara
pembatasan yang dianggap paling efektif ialah dengan jalan membagi kekuasaan.
Kata Carl J. Friedrich: “dengan jalan membagi kekuasaan, konstitusionalisme
menyelenggarakan suatu sistim pembatasaan yang efektif atas tindakan-tindakan
pemerintah” (Constitutionalism by dividing power providesa system of effective
restraints upon governmental action). Pembatasan-pembatasan ini tercermin dalam
undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan atau
menifestasi dari hukum yang tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya oleh
rakyat, tetapi pemerintah serta penguasa sekalipun.
Gagasan
konstitusionalisme telah timbul lebih dahulu dari pada konstitusi itu sendiri.
Konstitusionalisme dalam arti penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan kerena
itu kekuasaannya harus diperinci secara tegas, telah timbul di Abad pertengahan
(Midle Ages) Eropa. Pada tahun 1215, raja John dari Inggris dipaksa oleh
beberapa bangsawan untuk mengakui beberapa hak mereka, yang kemudian
ducantumkan dalam magna Charta (Piagam
Besar). Dalam Charter of English
Liberties ini raja John menjamin bahwa pemungutan pajak tidak akan
dilakukan tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, dan bahkan tidak akan
diadakan penangkapan tanpa peradilan. Meskipun belum sempurna, Magna Charta di
dunia Barat dipandang sebagai permulaan dari gagasan dari konstitusionalisme
serta pengakuan terhadap kebebasan dan
kemerdekaan rakyat.
Menurut
Miriam Budiarjo, setidaknya setiap konstitusi memuat lima ketentuan (atau
ciri-ciri). Adapun kelima ketentuan tersebut adalah:
- Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif; dalam negara federal, pembagian kekuasaan antar pemerintah negara-bagian; prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
- Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk naskah tersendiri);
- Prosedur mengubah undang-undang dasar;
- Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini biasanya terdapat jika para penyusun undang-undang dasar ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal yang baru daja teratasi, seperti misalnya munculnya seorang diktator atau kembalinya suatu monarki. Misalnya undang-undang dasar jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme dari undang-undang dasar, oleh karena dikawatirkan bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan jalan untuk munculnya kembali seorang diktator seperti Hitler.
Selain
dari itu dijumpai bahwa undang-undang dasar sering memuat cita-cita rakyat dan
azaz-azaz ideollogi negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan spirit yang
oleh penyusun undang-undang dasar ingin diabadikan dalam undang-undang dasar
itu sehingga mewarnai seluruh naskah undang-undang dasar itu. Misalnya
undang-undang dasar Amerika Serikat yang diresmikan dalam thaun 1789
menonjolkan keinginan untuk memperkokoh penggabungan 13 negara merdeka dalam
suatu Uni, mengatakan pada permulaan Undang-Undang Dasar: “kami, rakyat Amerika
Serikat, dalam keinginan untuk membentuk suatu Uni yang lebih sempurna. . . .
(“We, the people of the United States, in order to form a more perpect Union, .
.do ordain and establish this Constitution for the United States of
America”.)
Konstitusi
menurut Sovernin Lohman yang di kutip Dede Rosyada, et al., harus memuat unsur-unsur sebagai berikut:
- Konstitusi di pandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial). Artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
- Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat pemerintahannya,
- Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan pemerintahan.
Dalam
penyusun atau pembuatan konstitusi, selain harus mengandung ketentuan-ketentuan
atau unsur-unsur sebagaimana disebutkan di atas, juga tentunya memiliki sejumlah
tujuan yang hendak dicapai (juga sering disebut fungsi konstitusi). Di antara
tujuan konstitusi itu adalah untuk:
- Pembatasan sekaligus pengawasan terhadap proses-proses kekuasaan politik.
- Melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan sendiri.
- Memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
- Aturan main (rule of the game) fundamental bagi setiap kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara.
Bagian
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga dapat dikatakan memuat prinsip-prinsip,
asas-asas dan tujuan dari bangsa Indonesia yang akan di wujudkan dengan jalan
bernegara. Dari prinsip-prinsip, asas-asas dan tujuan dari bangsa Indonesia
tersebut terkandung pula nilai-nilai yang mewarnai isi konstitusi pertama,
antara lain:
- Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pernyataan kemerdekaan yang terinci, karena terkandung suatu pengakuan tentang nilai hak kodrat, yaitu hak yang merupakan karunia dari tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Hak kodrat ini bersifat mutlak, karenanya tidak dapat diganggu gugat, sehingga penjajahan sebagai pelanggaran terhadap hak kodrat ini tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan harus dihapuskan.
Atas
dasar inilah maka bangsa Indonesia mewujudkan suatu hasrat yang kuat dan bulat
untuk menentukan nasib sendiri terbebas dari kekuasaan bangsa lain melalui
perjuangan sendiri menyusun suatu negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.
Merdeka
artinya benar-benar bebas dari kekuasaan bangsa lain. Bersatu artinya negara
Indonesia merupakan negara dengan satu bangsa yang mengatasi segala paham
golongan maupun perseorangan. Berdaulat artinya negara yang berdiri di atas
kemampuan diri sendiri, dan kekuasaannya sendiri, berhak dan bebas menentukan
tujuan dan nasibnya sendiri serta memiliki kedudukan dan derajat yang sama
dengan sesama bangsa dan negara lain yang ada di dunia. Adil maksudnya negara
mewujudkan keadilan dalam kehidupan bersama, dan makmur maksudnya terpenuhi
kebutuhan manusia baik material maupun spiritual, jasmaniah maupun rohaniah.
Hal ini dapat dicermati dari isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 trutama
alinea pertama dan alinea kedua.
- Disamping itu pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pernyataan kembali proklamasi kemerdekaan, yang isinya merupakan pengakuan nilai religius, dan nilai moral.
Nilai
religius artinya negara Indonesia mengakui nilai-nilai religius. Secara
filosofis bangsa Indonesia mengakui bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang
Maha Esa sehingga kemerdekaan disamping merupakan hasil jerih payah perjuangan
bangsa Indonesia juga merupakan rahmat dari tuhan Yang Maha Esa. Nilai moral
mengandung makna bahwa negara dan bangsa Indonesia mengakui nilai-nilai moral
dan hak kodrat untuk segala bangsa, terutama pada isi pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang menyatakan:”....di dorong oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas”. Oleh karena sifatnya sebagai hak kodrat,
maka bersifat mutlak dan asasi, sehingga hak tersebut merupakan hak moral juga.
Berbagai
hal tersebut dapat dicermati dari isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea
ketiga. Inilah yang menjadikan Proklamasi Kemerdekaan dengan pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai hubungan yang tak terpisahkan. Proklamasi
tanpa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 maka tidak lebih hanya akan menganti
kekuasaan orang asing dengan kekuasaan bangsa sendiri tetapi tidak jelas
kemudian apa yang akan diselenggarakan setelah kekuasaan bengsa sendiri.
Sebaiknya pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanpa ada proklamasi Kemerdekaan,
maka prinsip-prinsip, asas-asas dan tujuan bangsa Indonesia hanya akan menjadi
angan-angan belaka yang tidak akan terwujud.
- Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat prinsip-prinsip pokok kenegaraan, yaitu tentang tujuan negara, ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar Negara, bentuk negara dan dasar filsafat negara. Hal tersebut dapat dapat dicermati dari isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 aline keempat.
Tujuan
negara yang tersurat didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat
merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Tujuan negara
tersebut merupakan tujuan nasional yang secara rinci dapat diurai sebagai
berikut: (1) membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (3) ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaikan abadi dan keadilan
sosial.
Ketentuan
diadakannya Undang-Undang Dasar Negara itu sendiri juga dapat dicermati dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
alinea keempat yang menyatakan:”..... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia....”. ketentuan ini menunjukan bahwa negara Indonesia adalah negara
yang berdasarkan atas hukum. Ketentuan setidaknya Undang-Undang Dasar merupakan
ketentuan keharusan bagi suatu negara untuk adanya hukum dasar yang melandasi segala kegiatan kehidupan
kenegaraan. Segala penyelenggara negara harus didasarkan pada ketentuan hukum
dasar. Demikian pula setiap pelaksanaan kehidupan kenegaraan yang dilakukan
oleh pemerintah maupun rakyat atau warganegara haruslah berdasarkan pada segala
ketentuan yang ada dalam hukum dasar negara. Dengan hukum dasar negara
penyelenggaraan kehidupan bernegara dapat berjalan dengan tertib dan teratur.
Mengenai
bentuk negara dapat di cermati dari kalimat yang ada dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang menyatakan: “...yang tebentuk dalam
susunan negara Republik Indonesia yang kedaulatan rakyat....”. kalimat ini
menunjukan bahwa bentuk negara Republik yang berkedaulatan rakyat. Republik
yang berasal dari kata “res republika” yang artinya organisasi kenegaraan yang
mengerus kepentingan bersama. Kedaulatan rakyat tanpa suatu pembatasan
undang-undang. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat mempunyai arti bahwa
kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Rakyatlah yang berdaulat, dan mewakilkan
kekuasaannya pada suatu badan yaitu Pemerintah. Bila pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan
bertindak mengganti pemerintah
2.5 Isi Undang-Undang Dasar
Undang-Undang
Dasar pada umumnya berisi hal-hal sebagai berikut:
- Organisasi negara, artinya mengatur lembaga-lembaga apa saja yang ada dalam suatu negara dengan pembagian kekuasaan masing-masing serta prosedur penyelenggaraan masalah yang timbul diantara lembaga tersebut.
- Hak- hak asasi manusia.
- Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar,
- Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar, seperti tidak dikehendaki terulangannya kembali munculnya seorang dictator atau kembalinya pemerintahan kerajaan yang kejam misalnya.
- Sering pula memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara.
Bagian
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Bagian
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan suasana kebatinan dari
Undang-Undang Dasar 1945 (konstitusi pertama), dikarenakan di dalamnya
terkadang Empat Pokok Pikiran yang pada hakikatnya merupakan penjelmaan asas
keharmonian negara yaitu pancasila.
- Pokok pikiran pertama, yaitu:” Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi.
- Pokok pikiran kedua yaitu: “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
- Pokok pikiran yang ketiga yaitu: “Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan”. Hal ini menunjukan bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar haruslah berdasarkan atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan/perwakilan.
- Pokok pikiran keempat yaitu: “negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini menunjukan konsekuensi logis bahwa Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhu.
Konstitusi
dalam objek kajian siyasah (politik Islam) dikenal dengan istilah dustur
(siyasah dusturiyah). Istilah dustur ini pada mulanya diartikan dengan
seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama.
Dustur dalam konteks konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan
hubungan kerjasama antar sesama anggota masyarakat dalam sebuah Negara. Baik
yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).
Bila
di telusuri secara literal kata konstitusi (constitution) berasal dari bahasa
Perancis contituir , kata konstitusi dikenal dengan istilah Groundwet, yang
berarti membentuk. Kemudian dalam bahasa Belanda, kata konstitusi dikenal
dengan istilah Groundwet, yang berarti undang-undang dasar (ground=dasar,
wet=undang-undang). Dalam bahasa Jerman kata konstitusi juga dikenal dengan
istilah Grundgesetz, yang juga berarti undang-undang dasar (grund=dasar, dan
gesetz=undang-undang). Baik dalam bahasa
Belanda maupun dalam bahsa Jerman, makna istilah konstitusi tersebut menunjuk
pada nashkah tertulis.
Abu
Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, juga dikutip Dede Rosyada et al., membagi
pengertian konstitusi ke dalam pengertian, yaitu:
- Pengertian sosiologis dan politis (sosiologiche atau politiche begrif). Konstitusi merupakan shintesa factor kekuatan yang nyata (dareele machfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam satu Negara.
- Pengertian yuridis (yuridische begrif). Kontitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan Negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Khusus
konstitusi dalam pengertian sosiologi dan politis, seperti disebutkan di atas,
menunjukan kepada kita bahwa konstitusi merupakan gambaran atau potret nyata
dari kehidupan politik masyarakat dalam suatu negara. Baik kehidupan politik
dalam pengertian benturan kepentingan antara kelompok politik maupun dalam
pengertian gambaran hubungan kekuasaan dan struktur kekuasaan politik yang
nyata. Dalam kata lain, secara sederhananya kalau kita hendak mengetahui
bagaimana gambaran persaingan kekuasaan politik dan struktur kekuatan politik
dalam masyarakat suatu negara, maka lihat konstitusinya
Akan
tetapi perlu dicatat bahwa dalam kepustakaan Belanda (misalnya L.J. van
Apeldoorn) diadakan perbedaan antara pengertian undang-undang dasar (grondwet)
dan konstitusi (constitutie). Menurut paham tersebut undang-undang dasar adalah
bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik
peraturan yang tidak tertulis. Dan rupa-rupanya pada para penyusun
undang-undang dasar 1945 menganut pikiran yang sama, sebab dalam Penjelasaan
Undang-Undang Dasar 1945 dikatan: “undang-undang dasar suatu negara ialah hanya
sebagian dari sebagian hukunnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah
Hukum Dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku
juga Hukum Dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”.
Menurut
sarjana hukum E.C.S Wade dalam buku Constitutional Law, undang-undang dasar
adalah “naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan
suatu negara dan menentukan pokok cara kerja badan-badan tersebut” (a document
which sets out the framework and principal functions governing the operation of
those organs). Jadi, pada pokoknya dasar dari setiap sistem pemerintahaan
diatur dalam suatu undang-undang-dasar.
Bagi
mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai
organisasi kekuasaan, maka undang-undang dasar dapat dipandang sebagai lembaga
atau kumpulan azas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa
negaraan, misalnya antara badan legislatif, badan eksekutif, dan badan
yudikatif. Undang-undang dasar menentukan cara-cara bagai mana pusat-pusat
kekuasaan ini kerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain; undang-undang
dasar merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara. Sesuai dengan
pandangan ini Herman Finer dalam buku Theory and Practice of Modern Goverment
menamkan undang-undang dasar sebagai “riwayat hidup suatu hubungan-kekuasaan”
(the autobiography of a power
relationship).
Pandangan
ini merupakan pandangan yang luas dan yang paling tua dalam perkembangan
pemikiran politik. Dapat dicatat bahwa dalam abad ke-5 s.M. seorang filsuf
Yunani benama Aristoteles yang di dunia Barat dipandang sebagai sarjana ilmu
politik yang pertama telah berhasil untuk melukiskan undang-undang dasar dari
186 negara-kota Yunani dengan mencatat pembagian kekuasaan dalam setiap
negara kecil itu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
- Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Konstititusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis dan tidak tertulis atau Undang-Undang.
- Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.
- Terbentuknya Konstitusi itu berawal dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari, akan tetapi, janji hanyalah janji, dan penjajah tetaplah panjajah yang selalu ingin menguasai negara indonesia.
- Dengan adanya pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia, masyarakat Indonesia terasa lebih terlindungi dengan hal itulah perkembangan konstitusi di Indonesia.
3.2 Saran
Pembentukan
konstitusi sangatlah penuh dengan perjuangan. Perjalan pencarian jatidiri
bangsa Indonesia berupa sejarah perubahan- perubahan konstitusi cukup
melelahkan. Begitu pentingnya konstitusi, mari kita jaga bersama kekokohan
tiang- tiang Bangsa Indonesia, yaitu UUD 1945.
DAFTAR
PUSTAKA
Sulaeman,
Asep. 2012. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Asman Press
Budiarjo,
Miriam. 2000. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gamedia
Gatara, A.A. Sahid. 2008. Civic Education: Pendidikan
Politik, Nasionalisme Dan Demokrasi. Bandung: Q-Vision,
Priyanto,
A. T Sugeng, dkk. 2008. Contextual Teaching and Learning: Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia
http://id.wikipedia.org/wiki/Demikianlah yang saya bagikan mengenai konstitusi negara semoga bermanfaat.