Makalah Strategi Belajar Mengajar
Table of Contents
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan suatu kebutuhan yang mutlak bagi manusia agar dapat membangun
peradaban bangsanya. Dalam pendidikan itu, manusia diajarkan dengan berbagai
disiplin ilmu sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan diberbagai
jenjang pendidikan dasar sampai perguruan tinggi adalah matematika.
Salah satu
karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak
ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami matematika.
Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum
menggembirakan. Third Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 1999 (Subarta, 2004)
melaporkan bahwa Indonesia jauh dibawah rata-rata skor matematika siswa
internasional dan berada pada rangking 34 dari 38 negara. Ini menunjukkan
betapa lemahnya kemampuan penguasaan rnatematika di negara ini. Rendahnya
prestasi rnatematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalarni
masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Selain itu,
belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga dalam hal ini siswa sangat
lernah.
Jennings dan Dunne (Suharta, 2004) mengatakan bahwa, kebanyakan
siswa rnengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi
kehidupan real. Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah
karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya
dikelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa, dan siswa
kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri
ide-ide matematika sehingga anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan
matematika.
Kondisi
pembelajaran yang kurang bermakna dialami oleh sekolah-sekolah baik pendidikan
dasar maupun pendidikan menengah. Salah satu asumsi dibalik kurang memuaskannya
kualitas proses pembelajaran matematika adalah disebabkan metode, strategi dan
pendekatan yang digunakan oleh pendidik kurang efektif dalam proses
pembelajaran strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru-guru masih
menggunakan pendekatan tradisional atau mekanistik dimana siswa secara pasif
menerima konsep, rumus dan kaidah (mernbaca, mendengarkan, mencatat, menghafal)
tanpa memberikan kontribusi ide-ide dalam proses pernbelajaran
Oleh karena itu,
perlu adanya inovasi dalam pembelajaran matematika yakni perubahan dalam
strategi pembelajaran termasuk pendekatan pembelajaran. Pendekatan realistik
adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menerapkan agar pembelajaran
bertitik tolak pada hal-hal yang nyata hagi siswa, menekankan keterampilan
berdiskusi, dan berargumentasi dengan teman sekelas. Sehingga mereka dapat menemukan
sendiri, dan pada akhinya menggunakan matematika dalam menyelesaikan masalah
baik secara individu maupun secara kelompok.
Salah satu
filosofis yang mendasari pendekatan realistik adalah bahwa matematika bukanlah
suatu kumpulan aturan atau sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari.
Pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik merupakan
salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Dengan
menerapkan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan basil belajar
matematika (Lasedu Alfon, 2006).
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan
Realistik dalam pembelajaran matematika?
2. Apa perbedaan antara Pendekatan Realistik
dengan pembelajaran secara tradisonal serta perbandingannya dengan pendekatan
kontekstual ?
3. Apa ciri
Pendekatan Realistik dan langkah yang ditempuh untuk menerapkannya?
4. Apa manfaat dari Pendekatan Realistik ?
5. Hubungan antara Pendekatan Realistik
dengan hasil belajar dan kemampuan pemecahan masalah.
C. TUJUAN
1. Dapat menjelaskan tentang pengertian dari
Pendekatan Realistik.
2. Dapat membedakan antara Pendekatan
Realistik dengan pembelajaran secara tradisonal serta membandingkannyanya
dengan pendekatan kontekstual.
3. Dapat menjelaskan ciri Pendekatan Realistik dan langkah yang
ditempuh untuk menerapkannya.
4. Dapat menyebutkan manfaat dari Pendekatan
Realistik.
5. Dapat menjelaskan hubungan antara
Pendekatan Realistik dengan hasil belajar dan kemampuan pemecahn masalah.
BAB II
KAJIAN TEORI
DAN PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORI
a. Pengertian Pendekatan Realistik Dalam
Pembelajaran Matematika
Kata “realistik”
merujuk pada pendekatan dalam pendidikan matematika yang telah dikembangkan di
Belanda selama kurang lebih 30 tahun. Pendekatan ini mengacu pada pendapat
Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994)
yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan kegiatan
manusia. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan Realistic Mathematics
Education (RME).
Realistic Mathematics
Education (RME) atau Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan teori belajar mengajar
dalam pendidikan matematika. Teori RME ini mengacu fakta pendapat freundenthl
(Asmin, 2001) yang juga mengatakan bahwa "matematika barus dekat dengan
anak dan relevan dengan kebidupan nyata sehari-hari". Gravemeijer
(Suharta, 2004) mengatakan bahwa "matematika sebagai aktivitas manusia
harns diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa". Adapun menurut Slettenhaar (Asmin, 2001)
mengatakan bahwa "Realistik yang dimaksud dalam hal ini tidak mengacu pada
realitas tetapi fakta sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa".
Soedjadi (2001: 2)
mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistik pada dasarnya pemanfaatan
realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses
pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika
secara lebih baik dari pada masa lalu. Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang
dimaksud dengan realitas yaitu hal-hal nyata atau konkrit yang dapat dipahami
atau diamati peserta didik lewat membayangkan, sedang yang dimaksud dengan
lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.
Lingkungan ini juga disebut juga kehidupan sehari-hari.
b. Pendekatan Realistik di antara Pendekatan Lainnya Dalam
Pendidikan Matematika
Secara umum terdapat empat pendekatan pembelajaran
matematika yang dikenal, Treffers (1991) membaginya dalam mechanistic, strukturalistic, empiristic, dan realistic. Untuk dapat mengetahui posisi dari filsafat realistik,
akan diuraikan secara singkat pendekatan menurut filosofi lain di luar realistik, sebagai berikut:
Menurut filosofi mechanistic
bahwa manusia ibarat computer, sehingga dapat di program dengan cara driil untuk mengerjakan hitungan atau
algoritma tertentu dan menampilkan aljabar pada level yang paling sederhana
atau bahkan mungkin dalam penyelesaian geometri serta berbagai masalah,
membedakan dengan mengenali pola-pola dan proses yang berulang-ulang.
Dalam filosofi structuralistic,
yang secara historis berakar pada pengajaran geometri tradisional, bahwa
matematika dan sistemnya terstruktur secara baik. Manusia dengan kemuliaannya,
belajar dengan pandangan dan pengertian dalam berbagai rational, dianggap
sanggup menampilkan deduksi-deduksi yang lebih efisien dengan cara menggunakan
materi materi sistematik dan terstruktur secara baik. Dalam filosofi ini, yang
pada mulanya dijalankan oleh sokrates, para siswa diharapkan patuh untuk
mengulang-ulang deduksi pokok. Untuk menguji hasil pengulangan ini, apakah
benar-benar menguasai satu kumpulan permasalahan selanjutnya siswa dilatih
secara drill.
Selanjutnya, menurut filosofi empiristic bahwa dunia adalah kenyataan. Dalam pandangan ini,
kepada siswa disediakan berbagai material
yang sesuai dengan dunia kehidupan para siswa. Para siswa memperoleh
kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang berguna, namun sayangnya para
siswa tidak dengan sigap mensistemasikan dan merasionalkan pengalaman.
Dalam filosofi realistic,
kepada siswa diberikan tugas-tugas yang mendekati kenyataan, yaitu yang dari
dalam siswa akan memperluas dunia dari kehidupannya. Kemajuan individu maupun
kelompok dalam proses belajar- seberapa jauh dan seberapa cepat akan menentukan
spektrum perbedaan dari hasil belajar posisi individu tersebut.
Dalam rangka Realistic
Mathematics Education, Freudenthal (1991) menayatakan bahwa “Mathematics is
human activity”, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari
aktivitas manusia.
B. CONTOH PENERAPAN
Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran MR, berikut ini
diberikan contoh pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Pecahan di SD diinterpretasi sebagai bagian
dari keseluruhan. Interpretasi ini
mengacu pada pembagian unit ke dalam bagian yang berukuran sama. Dalam hal ini sebagai kerangka kerja siswa
adalah daerah, panjang, dan model volume.
Bagian dari keseluruhan juga dapat diinterpretasi pada ide pempartisian
suatu himpunan dari objek diskret. Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada
sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke “situasi” informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali
dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga
tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep matematika
(pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami
pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran
konvensional (bukan MR) di mana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah
pecahan dan beberapa jenis pecahan.
Jadi, pembelajaran
MR diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan
kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
C. PEMBAHASAN
c. Perbedaan antara Matematika Realistik dengan
Matematika Tradisonal.
Pada Matematika Tradisional, matematika
diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran wajib. Pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu
hitung dan cara berhitung. Urutan-urutan materi seolah-olah telah menjadi
konsensus masyarakat. Karena seolah-olah sudah menjadi konsensus maka ketika
urutan dirubah sedikit saja protes dan penentangan dari masyarakat begitu kuat.
Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan
membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan
yang selisihnya positif dan lain sebagainya.
Kekhasan lain dari pembelajaran matematika
tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan hafalan dari pada
pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu
dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan,
bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus
diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya sehingga dalam hal ini guru sangatlah
aktif.
Berbeda dengan
Matematika Realistik, Menurut Zulkardi (Ermayana: 2003) dalam matematika
realistik guru hanya sebagai fasilitator belajar dan mampu membangun pengajaran
yang interaktif. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk seeara
aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa
dalam menafsirkan persoalan riil dan tidak terpancang pada materi yang
termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif rnengaitkan kurikulum dengan dunia
riil, baik fisik maupun sosial. Ada beberapa ciri khas yang menonjol pada
pembelajaran matematika realistik. Ciri khas yang pertama adalah digunakannya
masalah atau soal-soal yang berawal dalam kehidupan sehari-hari, yang kongkrit
atau yang ada dalam alam pikiran siswa, sebagai titik awal proses pembelajaran.
Ciri khas lain dalam pembelajaran realistik adalah siswa diperlukan sebagai
peserta aktif dalam proses pembelajaran. Telah disebutkan diatas, pengajaran
sering kali diinterpretasikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh guru,
mula-mula ia mengenalkan objek, memberikan satu atau dua contoh kemudian
menanyakan pertanyaan satu atau dua, kemudian meminta kepada siswa yang pasti
untuk lebih aktif dengan memulainya melengkapi latihan-latihan soal dari buku.
Umumnya pelajaran akan berakhir dan terorganisasi secara baik. Pelajaran
berikutnya akan mengikuti pelajaran yang serupa. Akan tetapi pendidikan
matematika yang pembelajaran bermula dari reality membuat pembelajaran
menjadi semakin kompleks.
d. Perbandingan Antara Pendekatan
Realistik Dengan Pendekatan Kontekstual.
e. Langkah yang Ditempuh Untuk Menerapkannya.
f. Manfaat
Pendekatan Realistik
g. Hubungan antara Pendekatan Realistik
dengan hasil belajar dan kemampuan pemecahn masalah.
a
Hubungan
antara Pendekatan Realistik dengan kemampuan pemecahan masalah.
Belajar melalui
pendekatan pemecahan masalah ditujukan kepada pengembangan
generalisasi-generalisasi yang akan membantu individu untuk memecahkan
masalah-masalah yang ditemukannya. Proses pemecahan masalah menghasilkan lebih
banyak prinsip yang dapat membantu pemecahan masalah selanjutnya. Pemecahan
terhadap suatu masalah biasanya dilakukan dengan mempelajari prinsip-prinsip
kemudian menerapkannya ke dalam pemecahan masalah tersebut.
Di dalam kegiatan
mengajar belajar matematika penggunaan satu macam pendekatan atau metode hampir
tidak pernah terjadi. Penerapan pendekatan tertentu selalu terkait dengan
pendekatan yang lain.
Di sekolah guru
memberikan masalah kepada siswa dengan harapan mereka dapat memecahkannya untuk
memperlancar proses mengajar belajar. Mereka biasanya diberikan suatu metode
atau pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah tersebut, diantaranya dengan
menggunakan pendekatan realistik.
Siswa belajar
matematika sebagai suatu aktivitas yang manusiawi dimana pembelajarannya tidak
dimulai dari bentuk matematika yang formal, melainkan objek-objek matematika
yang dimunculkan berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari yang konstektual.
Strategi pemecahan masalah dipergunakan dalam proses pcmbelajaran untuk melatih
siswa menghadapi permasalahan yang penyelesaiannya menuntut kreatifitas.
Masalah bukan sekedar soal-soal yang lazim penyelesaiannya secara mekanistik
dan rutin. Masalah merupakan soal yang belum pernah diselesaikan, namun konsep
yang dipergunakan untuk menyelesaikan masalah rersebut sudah diajarkan dengan
memperhatikan kesesuaian masalah dan kesiapan siswa.
Kemampuan
pemecahan masalah dengan pendekatan realistik matematika perlu diupayakan agar
siswa mempunyai pengalaman menemukan kembali objek-objek matematika dengan
bimbingan guru. Dalam hal ini siswa mengidentifikasi masalah realistik yang
konstektual harus ditransfer ke dalam masalah bentuk matematika untuk dipahami
lebih lanjut melalui penskemaan, perumusan, pemvisualisasian, siswa mencoba
menemukan kesamaan dan hubungan masalah dan mentransfernya ke dalam bentuk
model matematika informal atau formal peranan guru adalah membantu memberikan gambaran model-model matematika
yang cocok untuk mempresentasekan masalah tersebut.
Untuk memecahkan
masalah-masalah matematika, kepada siswa harus diawali dengan masalah
konstektual, yaitu masalah realistik (dunia nyata), atau setidak-tidaknya
masalah yang dapat dikhayalkan atau dibayangkan sebagai sesuatu yang nyata. Hal ini dengan mempertimbangkan
dua aspek yaitu kecocokan penggunaan konteks dalam pembelajaran, dan kecocokan
dampak dalam proses penemuan kembali model matematika dari masalah konstektual
tersebut.
Selain itu
diarahkan untuk menyelesaikan model matematika (informal atau formal) dari
masalah konstektual dengan menggunakan konsep, operasi, dan prinsip matematika
yang berlaku dan dipahami siswa secara benar untuk mendapatkan jawaban yang
benar pula. Pada akhirnya siswa merumuskan dan menggeneralisasikan jawaban
masalah dengan membandingkan jawaban dengan konteks dan kondisi masalah. Dengan
bantuan guru, siswa menunjukkan keterkaitan konsep, operasi, dan prinsip
matematika yang digunakan dan menggeneralisasikannya.
Jadi dalam
memecahkan masalah dengan menggunakan pendekatan realistik, siswa sendiri
mengembangkan model-model pemecahan atau pemecahan masalah konstektual.
Model-model yang dikembangkan sendiri oleh siswa berfungsi menjembatani jurang
antara pengetahuan matematika informal dan pengetahuan matematika formal dari
siswa. Siswa mengembangkan model dari masalah konstektual dengan menggunakan
model matematika yang telah diketahuinya. Dimulai dengan menyelesaikan masalah
konstektual dari situasi nyata yang siswa,sudah kenal, kemudian menemukan model
dan masalah tersebut, dan selanjutnya diikuti dengan menemukan model untuk
masalah tersebut dan akhirnya mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk
pcngetahuan matematika yang formal.
b
Hubungan
antara Pendekatan Realistik dengan hasil belajar.
Hasil belajar siswa langsung dipengaruhi oleh pengalaman
siswa dan realitas internal, pengalaman belajar siswa juga dipengaruhi oleh
unjuk kelja gum Faktorfaktor yang mempengaruhi basil belajar siswa, yang akan
dibahas dalam tulisan ini hanya faktor siswa, guru, sebagai berikut:
1) Siswa
Dalam faktor siswa sebagai input prasyarat masuk suatu
lembaga pendidikan hams dipenuhi sehingga dapat mengikuti proses pembelcYaran
sesuai dengan yang diharapkan. Dalam peneIitian ini yang dibahas adalah yang
berkaitan dengan aktivitas siswa dan respon siswa.
a) Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa merupakan prinsip yang sangat penting
dalam interaksi belajar mengajar. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung,
siswa tidak hanya mendengar sejumlah teori-teori secara pasif, melainkan siswa
hams aktif dan sungguh-sungguh dalam semua kegiatan pembelajaran, seperti
mendengar, menulis, tanya jawab, diskusi, praktik dan lain-lain. aktivitas
selama pembelajaran matematika realistik adalah mendengarkanlmemperhatikan
penjelasan guru atau teman kelompok, mencatat pertanyaan guru, mengeIjakanlmendiskusikan
pertanyaan guru melalui LKS, menyajikan hasil diskusi kelompok, menanggapi
jawaban hasil diskusi kelompok lain, merangkum materi pelajaran,
menulis/mengeIjakan PRlkuis, dan perilaku yang tidak relevan dengan
pembelajaran (Sardiman, 2000: 34).
b) Respon Siswa
Salah satu faktor yang mempengarohi terhadap keberhasilan
proses pembeJajaran adaJah siswa. Faktor diri siswa yang berpengaruh terhadap
proses pembelajaran tersebut antara lain adalah perhatian, bakat, minat,
intelegensi dan motivasi untuk beJajar (SJameto, 2003: 55). Motivasi dipandang
sebagai suatu proses dalam diri siswa yang menyebabkan munculnya tingkah laku
ke arah tujuan yang diharapkan. Motivasi dibedakan atas motivasi instrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik adalah motivasi yang berasaI dari
dalam diri siswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik berasal dari luar diri siswa.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika,
(Sahabuddin 1999:63) mengemukakan bahwa apabila seorang siswa memiliki motivasi
tinggi dalam belajar matematika, maka ia akan mempeJajari matematika dengan
sungguh-sungguh sehingga ia mempunyai pengertian yang lebih mendalam dan dengan
mudah mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sedangkan, siswa yang
motivasi belajarnya rendah akan menimbulkan kegagalan dalam belajamya.
Berdasarkan uarain di atas, maka dapat disimnpuJkan bahwa
seorang siswa yang mempunyai motivasi tinggi dalam belajar matematika akan
memberikan respon positif dan sebaliknya sisvra yang motivasi belajar rendah
akan memberikan respon negatif yang diwujudkan dalam sikap atau pendapat yang
diberikan terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
2). Guru
Guru merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru merupakan
peIaksana pembeIajaran ill keIas, sebab guru yang mampu mengeIoIa proses
belajar akan mempengaruhi mutu pelajarnn. Penguasaan materi dan earn
penyampaiannya merupakan syarat mutIak bagi seorang guru. Seorang guru yang
tidak menguasai materi matematika dengan baik, tidak mungkin ia dapat mengajar
matematika dengan baik. Demikian juga seorang guru yang tidak menguasai
berbagai earn penyampaian dapat menimbulkan kesulitan siswa daIarn memaharni
matematika (Sardiman, 2000:87).
Dari urman
di atas, daIarn kegiatan pengembangan perangkat ini kondisi guru adalah
kemarnpuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika realistik yang meliputi
pendahuIuan, kegiatan inti, penutup.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR). http://lubisgrafura.wordpress.com. Diakses pada tanggal 12 maret 2009.
Dahar, R.W.
1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta. Airlangga.
Hudojo, H. 1988.
Mengajar Belajar Matematika. Dirjen
Dikti, Jakarta, Depdibud.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di
Indonesia. Dirjen Dikti. Jakarta Depdikbud.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai strategi belajar mengajar semoga bermanfaat.
Demikianlah yang saya bagikan mengenai strategi belajar mengajar semoga bermanfaat.