Makalah Kerajaan Medang Kemulan / Mataram Kuno
Table of Contents
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Nilai-nilai Pancasila telah ada pada bangsa
Indonesia semenjak dahulu, pada saat Indonesia belum menjadi negara.
Nilai-nilai Pancasila telah menjadi bagian kehidupan nenek moyang bangsa
Indonesia. Hal ini berarti nenek moyang kita telah memiliki sikap ketuhanan,
kemanusiaan, keadilan, musyawarah, dan gotong royong. Proses terbentuknya
negara dan bangsa Indonesia ini melalui proses yang panjang, mulai zaman batu,
timbulnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, zaman penjajahan, hingga zaman
kemerdekaan. Salah satu kerajaan yang berkembang di indonesia saat fase sejarah
kerajaan di Nusantara yaitu Kerajaan Medang.
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut kerajaan
Mataram Kuno atau kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang
berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad
ke-10. para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun
banyak candi, baik yang bercorak Hindu maupun Budha. Kerajaan Medang runtuh
pada awal abad ke-11.
Pengetahuan tentang kerajaan Medang masih kurang
diketahui oleh mahasiswa karena jarangnya membahas materi mengenai kerajaan
ini. Oleh karena itu, kelompok kami merasa tertarik untuk membahas makalah
tentang kerajaan Medang.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah terbentuknya kerjaan Medang?
2. Apa saja dinasti yang berkuasa di kerajaan Medang?
3. Siapa saja raja-raja pada kerajaan Medang?
4. Bagaimana struktur pemerintahan kerajaan Medang?
5. Bagaimana keadaan penduduk kerajaan Medang?
6. Bagaimana konflik tahta periode Jawa Tengah dan kesultanan
Yogyakarta?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Ingin mengetahui sejarah terbentuknya kerjaan Medang
2. Ingin mengetahui dinasti yang berkuasa di kerajaan
Medang
3. Ingin mengetahui raja-raja pada kerajaan Medang
4. Ingin mengetahui struktur pemerintahan kerajaan
Medang
5. Ingin mengetahui keadaan penduduk kerajaan Medang
6. Ingin mengetahui konflik tahta periode Jawa Tengah
dan kesultanan Yogyakarta (bumi mataram)
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Berdirinya
Kerajaan Medang
Raja pertama Kerajaan Medang
(Rahyang ta rumuhun ri Medang Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya.
Sanjaya mengeluarkan
Prasasti Canggal tahun 732, tetapi tidak menyebut dengan jelas nama
kerajaannya. Ia hanya memberitakan ada raja lain yang memerintah Pulau Jawa
sebelum dirinya, raja tersebut bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi
kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu
Sannaha saudara perempuan Sanna.
Sanna juga dikenal dengan
nama Sena atau Bratasenawa, yang merupakan raja Kerajaan Galuh yang ketiga
(709-716 M). Sanna digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu
ibu Sanna) pada tahun 716 M. Sanna melarikan diri ke Pakuan, meminta
perlindungan kepada Raja Tarusbawa. Tarusbawa merupakan raja pertama di
Kerajaan Sunda (setelah Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan
Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong
Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Sanjaya berniat menuntut balas
terhadap keluarga Purbasora. Akhirnya, Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda,
Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima berakhir menjadi
penguasa).
Pada tahun 732 M, Sanjaya
mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum meninggalkan kawasan
Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara putranya, Tamperan dan Resi
Guru kerajaan Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan
Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putra
bungsu Sempakwaja.
2.2 Dinasti yang Berkuasa
pada Kerajaan Medang
Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti
yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang,
yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama
Medang, yaitu Sanjaya. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut
teori van Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya
sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang
beragama Buddha Mahayana. Sejak saat itu, Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau
Jawa, bahkan berhasil pula menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra.
Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai
Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani, putri mahkota Wangsa Sailendra.
Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan memindahkan istananya ke
Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa
Sanjaya.
Menurut teori Bosch, nama raja Medang dalam Prasasti
Mantyasih dianggap sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara
itu, Slamet Muljana berpendapat bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja
yang pernah berkuasa di Medang, dan bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya. Contoh
yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan
putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai
Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian, pendapat ini menolak
teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja
Syailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi
Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai Panangkaran
sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan
kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta
menggantikan Rakai Garung.
Istilah Rakai pada
zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna “penguasa
di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan “Penguasa di
Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah
Pancapana.
Slamet Muljana kemudian mengidentifikasi Rakai
Panunggalan sampai Rakai Garung dengan nama-nama raja Wangsa Sailendra yang
telah diketahui, misalnya Dharanindra ataupun Samaratungga. yang selama ini
cenderung dianggap bukan bagian dari daftar para raja versi Prasasti Mantyasih.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang
baru muncul pada “periode Jawa Timur”. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok
yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam
prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah
kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
2.3 Daftar Raja Kerajaan Medang
Apabila teori slamet muljana benar, daftar raja medang
sejak berpusat di bhumi mataram sampai berakhir
di Wwatan dapat disusun secara lengkap sebagai berikut.
1. Sanjaya,
pendiri kerajaan medang.
2. Rangkai
panangkaran, awal berkuasanya wangsa syailendra.
3. Rangkai
panunggalan alias dharaninda.
4. Rakai
warak alias samaragrawira
5. Rakai
galung alias samaratungga.
6. Rakai
pikatan suami pramodawardhani, awal kebangkitan warga sanjaya.
7. Rakai
kayuwangi alias dyah lokapala.
8. Rakai
watuhumalang
9. Rakai
watukura dyah balitung
10. Mpu
daksa
11. Rakai
layang dyah tulodong
12. Rakai
sumba dyah wawa
13. Mpu
sindok, awal periode jawa timur.
14. Sri
lokapala suami sri isanatunggawijaya
15. Makuthawangsa
wardhana
16. Dharmawanga
teguh,kerajaan medang berakhir.
Dari semua daftar
diatas, hanya sanjaya yang memakai gelar sang ratu, sedangkan raja-raja
sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja.
2.4 Struktur Pemerintahan
Kerajaan Medang
Raja merupakan pemimpin tertinggi kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja pertama
yang memakai gelar ratu. Pada zaman itu
istilah ratu belum identik dengan kaum perempuan. Gelar ini setara dengan Datu
yang berarti “pemimpin”. Ketika Rangkai Panangkaran dari Wangsa Sailendra
berkuasa, gelar Ratu dihapusnya dan diganti dengan gelar Sri Maharaja. Kasus
yang sama terjadi pada kerajaan Sriwijaya setelah di kuasai oleh Wangsa
Sailendra, nama gelar Raja yang semula bergelar Dapunta Hyang juga berubah
menjadi Sri Maharaja.
Pemakaian gelar Sri Maharaja di kerajaan Medang tetap
dilestarikan oleh Rakai Pikatan meskipun Wangsa Sanjaya berkuasa kembali. Hal ini dapat dilihat dari daftar raja versi
Prasasti Mantyasih yang menyebutkan hanya
Sanjaya yang bergelar Ratu.
Jabatan tertinggi setelah Raja adalah Rakryan
Mahamantri i Hino. Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki
peluang untuk naik takhta. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Rakryan Mahamantri i Hino (Mapatih Hino) pada
masa pemerintahan Dyah Wawa.
Jabatan sesudah Mahamantri i Hino secara
berturut-turut adalah Mahamantri i Halu dan Mahamantri i Sirikan . Pada zaman Majapahit jabatan ini
masih ada namun hanya sekedar
gelar kehormatan saja. Pada zaman Wangsa Isana berkuasa masih ditambah lagi dengan jabatan mahamantri Wka dan Mahamantri Bawang. Jabatan
tertinggi di kerajaan Medang selanjutnya adalah Rakryan Kanuruhan sebagai
pelaksana perintah raja.
2.5 Keadaan Penduduk Kerajaan
Medang
Temuan wonoboyo betupa artifak emas menunjukan
kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan medang. Penduduk medang sejak
periode bhumi mataram sampai periode Wwtan pada umumnya bekerja sebagai petani.
Kerajaan medang memang terkenal sebagai negara
agraris, sedangkan saingannya, yaitu kerajaan sriwijaya merupakan negara
maritime.
Agama resmi kerajaan medang pada masa pemerintahan
sanjaya adalah hindu aliran siwa. Ketika syailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan beganti menjadi
budha aliran Mahayana. Kemudian, pada saat rakai pikatan dari sanjayawangsa
berkuasa, agama hindu dan budha hidup berdampingan dengan penuh toleraansi.
2.6 Konflik Tahta Periode
Jawa Tengah
Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi putra Rakai
Pikatan (sekitar 856-880an), ditemukan beberapa prasasti atas nama raja-raja lain, yaitu Maharaja Rakai Gurunwangi
dan Maharaja Rakai Limus Dyah Dawendra. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu
Rakai Kayuwangi bukanlah satu – satunya maharaja di pulau jawa. Adapun menurut
Prasasti Mantyasih, raja sesudah Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhmalang.
Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai
Watuhumalang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh jawa, bahkan sampai Bali. Mungkin karena
kepahlawanannya itu, ia dapat mewarisi tahta mertuanya. Pemerintahan Dyah
Balitung diperkirakan berakhir karena terjadinya kudeta oleh Mpu Daksa yang
mengaku sebagai keturunan asli sanjaya. Ia kemudia digantikan oleh menantunya,
Dyah Tulodhong. Tidak diketahui dengan pasti apakah proses sukses ini berjalan
damai ataukah melalui kudeta pula. Tulodhong akhirnya tersingkir oleh
pemberontakan Dyah Wawa yang sebelumnya menjabat sebagai pegawai pengadilan.
2.7
Kasultanan Yogyakarta (Bhumi Mataram)
Hamengkubuwana atau Hamengkubuwono atau Hamengku
Buwono atau lengkapnya Ngarso Dalem
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku
Buwono Senopati Ing-Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah adalah
gelar bagi raja Kesultanan Yogyakarta sebagai penerus Kerajaan Mataram Islam di
Yogyakarta. Wangsa Hamengkubuwana tercatat sebagai wangsa yang gigih
memperjuangkan kemerdekaan pada masa masing-masing, antara lain Hamengkubuwana
I atau nama mudanya Pangeran Mangkubumi, kemudian penerusnya yang salah satunya
adalah ayah dari Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro, yaitu Hamengkubuwana
III. Sri Sultan Hamengkubuwana IX pernah menjabat sebagai Wakil Presiden
Indonesia yang kedua. Yang bertahta saat ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwana
X.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kerajaan
Medang (atau sering juga disebut kerajaan Mataram Kuno atau kerajaan Mataram
Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8,
kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. para raja kerajaan ini banyak
meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi, baik yang bercorak Hindu
maupun Budha. Kerajaan Medang runtuh pada awal abad ke-11.
Ada
tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan
Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa
Timur.
Penduduk
medang sejak periode bhumi mataram sampai periode Wwtan pada umumnya bekerja
sebagai petani. Kerajaan medang memang terkenal sebagai negara agraris,
sedangkan saingannya, yaitu kerajaan sriwijaya merupakan negara maritime.
3.2
Saran
Pemahaman
mengenai kerajaan Medang harus diperdalam lagi karena merupakan sejarah penting
bagi bangsa Indonesia. Banyak kebudayaan Indonesia yang merupakan warisan dari
budaya kerajaan-kerajaan dulu. Bahkan nilai-nilai
Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia semenjak dahulu, pada saat Indonesia
belum menjadi negara. Nilai-nilai Pancasila telah menjadi bagian kehidupan
nenek moyang bangsa Indonesia. Untuk itu sebagai mahasiswa kita jangan lupakan
sejarah, kita harus cintai sejarah, pelajari sejarah dan harus menjadikan
tokoh-tokoh kerajaan yang besar sebagai inspirasi dalam hidup kita.